Traveling

Di Balik “Horor”nya Foto Mountain Swing di The Lodge Maribaya

Bismillahirohmanirohim,

“Dian, itu fotonya ngeri banget!”

“Ga takut jatuh apa itu?”

“Itu gimana sih naik ayunannya? Ngeri gitu.”

“Mau….Tapi takut….”

“Ih seru banget!!!”

“Kalau aku naik itu kira-kira berani ga ya, Mbak?”

Itu lah kiranya beberapa komentar saat aku pamer foto lagi naik ayunan di The Lodge Maribaya. Ga heran juga sih sama komentar-komentar itu. Wong aku sendiri membuat komentar serupa ketika Teh Lala, kakak sepupuku memamerkan foto dirinya tengah naik ayunan yang sama. Sejauh mata memangdang hanya hijaunya pohon pinus yang nampak. Gimana ga ngerasa ngeri coba liat poto itu.

Tapi karena foto dari Teh Lala itu jugalah akhirnya aku nekad pengen main ke The Lodge Maribaya juga. Meski hati belum 100% mantap bakal berani naik ayunan itu atau engga.

“Jangan weekend ya, Di. Rame banget kalau akhir pekan. Teteh juga kemarin akhir pekan ke sana ga bisa naik apa-apa akhirnya.”

Iya, Bandung di akhir pekan emang udah barbar banget rasanya. Aku juga cukup tahu untuk ga coba-coba main ke Bandung pas Sabtu-Minggu, apalagi kalau ada tanggal merah. Yang ada nanti manyun bukannya tersenyum. Atau sejauh kamera mengabadikan gambar, yang tampak adalah kepala orang. Tapi buat yang terpaksa berakhir pekan di Bandung ga ada salahnya juga sih. Cuma bagusnya jangan sampai kesiangan.

Aku mencoba mencocokkan jadwal mama kerja di Bandung, biar hemat ongkos sekalian ada kendaraan buat hilir mudik di Bandungnya. Tak lupa aku pun berkoar-koar mengajak beberapa sepupu untuk turut serta ikut main ke The Lodge Maribaya ini. Akhirnya ditentukanlah tanggal 7 Desember 2016 lalu kalau aku akan ke Bandung. Sayangnya justru kedua sepupuku yang lain batal ikut bermain karena kesibukkan dadakan. Jadi tinggal aku dan Bunga-lah yang akan main ke The Lodge Maribaya Rabu itu.

Aku janjian jemput Bunga di kantor ibunya, di pusat kota Bandung, setelah mengantarkan mamaku ke tempat kerjanya. Senyum manis mengembang (karena mau main pastinya) saat aku menyapa kakak mama-ku.

“Duh yang udah siap mau main tuh auranya bahagia ya. Mau main kemana kalian?”

Dan dengan bangganya aku menjawab, “Kita mau ke Maribaya, Wa. Mau ke The Lodge Maribaya.”

“Hah? Jauh banget!!” adalah reaksi spontan yang keluar dari mulut wanita separuh baya itu. Aku bingung ketika dibilang jauh. Karena rasa-rasanya, aku sudah cukup sering juga main ke daerah Lembang dan sekitarnya.

Baca juga: Bergaya Di Antara Bunga-Bunga di Kebun Bunga Begonia – Lembang dan Main ke Maribaya Natural Hot Spring Resort

Tapi ternyata, main ke Maribaya itu memang jauuuuhhhh banget kalau dari pusat kota. Aku lupa kalau biasanya kan aku main-main ke Lembang itu dari rumah nenekku yang memang di daerah Sersan Bajuri. Kalau dari rumah beliau paling hanya sektiar 1 jam perjalanan. Nah karena karena kali ini dari tengah-tengah kota Bandung, dan Bandung sekarang mulai kaya Jakarta macetnya, jadilah total perjalanan kami untuk bisa tiba di The Lodge Maribaya adalah sekitar 2 jam.

Buat yang belum kebayang dimana lokasi The Lodge Maribaya itu, aku kasih banyangan sedikit ya. Kalau dari perempatan Lembang kita ambil yang lurus (kaya ke De Ranch), nah dari situ masih sekitar 10 km lagi. Maribaya Natural Hot Spring masih lewat deh. Karena lokasi The Lodge Maribaya ini sudah masuk Cibodas.

Welcome to The Lodge Maribaya

Aku tiba persis ketika adzan dhuhur berkumandang. Setelah membayar tiket masuk sebesar Rp 15.000 per orang kami pun mulai menjelajah. Kamera pun langsung aku keluarkan dari tas dan siap untuk mengabadikan segala momen. Escape to nature benar-benar tagline yang pas buat The Lodge Maribaya ini. Karena sejauh mata memandang aku benar-benar merasa seperti berada di alam bebas. Tempat yang cocok untuk melepas kejenuhan.

Aku dan Bunga langsung menghampiri kasir untuk membeli tiket wahana. Tapi rupanya sedang tutup untuk istirahat. Ternyata wahana bermain ini tutup dari jam 12 hingga jam 1 siang. Tapi  untuk tempat pembelian tiket tutup lebih dahulu, yaitu dari jam 11 siang. Jadi kami pun memutuskan untuk melihat se-horor apa ayunan itu terlebih dahulu, foto-foto, kemudian mencari makan siang, dan menikmati secangkir kopi sambil menanti jam  1.

Ada 3 pilihan tempat makan di Maribaya Lodge ini. Ga perlu takut kelaperan deh pokoknya. Pilihan menunya juga beragam. Suasananya juga berbeda-beda.

Yang pertama yang pasti kelihatan terlebih dahulu ketika menuruni tangga dari pintu masuk adalah warung-warung berupa saung. Sesaat aku seperti tengah berada di desa-desa di daerah Jawa Barat, karena pilihan makanan yang ditawarkan pun seperti baso tahu,siomay, mie kocok, surabi, dan masih banyak lagi.

Tak jauh dari warung-warung tadi, ada Dapur Hawu, sebuah tempat makan dengan menu Sunda. Ternyata ada pilihan tiket masuk yang sudah termasuk paket makan di Dapur Hawu ini. Sayangnya petugas kasir ga menawarkannya ke aku. Dia cuma langsung menyebut nominal Rp 30.000 sebagai tiket masuk bagi kami berdua. Aku tahu soal ini pun ketika tak sengaja mendengar percakapan pengunjung yang lain. Padahal tempatnya sangat menarik, cukup luas, dan memberikan pemandangan ke hutan pinus.

Tempat yang terakhir adalah The Pines, yang mengunsung konsep cafe dengan suasana semi out door. Siang itu setelah makan siang, kami pun ngopi-ngopi cantik sambil menanti jam 1 siang. Aku menikmati green tea latte, dan Bunga memilih menghangatkan diri dengan secangkir cappuccino.

Belum ada jam 1 siang, aku merasa terusik melihat antrian yang cukup ramai di tempat penjualan tiket. Padahal ini bukan hari libur, tapi ternyata The Lodge Maribaya tetap ramai pengunjung. Melihat antrian itu aku pun langsung bergegas untuk ikut mengantri juga, meski loket sebenarnya masih tutup.

Ada 4 wahana yang bisa kita nikmati di sini, yaitu  bamboo sky, sky tree, mountain swing, serta zip bike. Untuk harga per wahana berkisar Rp 10.000 – Rp 15.000 sekali naik. Ini bukan seperti wahana seperti di DUFAN ya. Kayanya akan lebih pas kalau aku menyebutnya wahana instagramable. Karena cuma dibutuhkan sedikit keberanian untuk naik wahana ini dan dijamin akan mendapatkan foto-foto yang sangat layak untuk dipamerkan ke instagram kita. Ga perlu takut kalau merasa kamera kita kurang canggih, karena hampir di setiap wahana tersebut sudah disediakan fotografer yang akan mengabadikan momen kita. Kita hanya perlu membayar Rp 10.000 per satu file fotonya.

Hari itu aku memutuskan untuk menguji nyali cukup dengan mencoba mountain swing dan sky tree saja. Oh iya, mountain swing ini ada 2 pilihan, di atas dan di bawah. Maksudnya adalah, terdapat 2 ayunan dari 2 ketinggian yang berbeda. Aku ngerasa ayunan yang di bawah rasanya lebih tinggi, karenanya aku cukup memilih ayunan di atas. Berbeda dengan sepupuku yang justru penasaran dan memilih untuk mencoba ke duanya.

Time To Action

Sky Tree ini rumah pohon yang mirip dengan yang ada di Kalibiru, Jogja. Cuma dibutuhkan sedikit keahlian naik turun tangga aja untuk berfoto di tempat ini. Antriannya pun rasanya lebih lama, mengingat kemampuan tiap orang naik turun tangga kan berbeda. Belum lagi ada yang teriak-teriak dulu “Ini gimana turunnya! Tolongin dong!” Eh tapi ini bukan aku. Alhamdulillah aku punya sedikit kemampuan memanjat ala monyet sehingga meski pakai gamis rasanya cukup cepat juga naik turun tangga ini.

Nah kalau Mountain Swing kayanya memang menjadi icon dari tempat ini. Foto-foto naik ayunan dengan latar belakang hutan ini rasanya cukup ramai beredar di Instagam. Sekilas kalau lihat pasti pada ngeri. Ketika aku pamer foto ini di sosial media mulai banyak pertanyaan “Itu gimana sih naiknya? Beneran ngeri ga?” So, me reveal the secret. 

Ayunan raksasa ini sebenarnya semacam tuas. Kita ga berayun seperti normalnya ayunan. Kita cuma diminta duduk manis di kursi ayunan yang memang berada di pinggir tebing, kemudian petugasnya akan memutar kita ke arah tebing itu. Dan sang juru foto akan menyuruh kita beraksi di depan kamera. Tentunnya pakai pengaman terlebih dahulu. Biar lebih jelas, ini aku tunjukin foto kondisi di lapangan sebenarnya.


ayunan di atas

 

Belanja Foto

Main di Maribaya Lodge ini terasa ramah dompet di awal tapi berujung boros. Ketika selesai bergaya di beberapa wahana tibalah saatnya menghampiri counter pengambilan foto. Awalnya aku sudah bisik-bisik ke Bunga, nanti ga usah milih foto banyak-banyak. Pilih aja foto yang kiranya bagus. Kami pun mengantri kembali.

Ada dua bagian di tempat pengambilan foto ini. Yang pertama adalah semacam tempat melaporkan diri kalau mau ambil foto. Kita bakal ditanya main wahana apa sajanya, kemudian sang petugas dengan gesit akan memasukkan foto-foto kita ke dalam sebuah telepon pintar milik mereka, dan menyerahkan telepon tersebut ke kita untuk kita pilih mau foto yang mana saja.

Aku pun segera menyingkir dari antrian setelah menerima gadget tersebut. Mencoba memilah-milah foto mana kiranya yang akan kami tebus. Ternyata, ga semudah itu milihnya. Ada banyaaaaak sekali foto yang menurut aku bagus. Duh, gini kali ya kalau difotoin sama tukang poto profesional yang memang sehari-harinya sudah menguasai sudut foto tersebut. Rasanya aku mau borong semua. Aku pun akhirnya dengan ikhlas memilih 10 foto untuk ditebus. Itu cuma dari 2 wahana, gimana kalau aku main lebih banyak lagi coba?

Setelah memutuskan foto-foto mana saja yang akan dipilih, aku pun menghampiri tempat kedua. Dibantu petugasnya dia pun mulai memindahkan file foto ke telepon pintar aku via aplikasi SHAREit. Dalam hitungan detik foto-foto cantik itu pun pindah ke teleponku dan siap dipamerkan di akun media sosial milikku.


sebagian hasil foto yang dipilih


Selain tempat wisata, The Lodge Maribaya ini juga ada tempat camping-nya. Katanya sih konsepnya bukan glamour camping yang sekarang ini lagi naik daun. Toilet dan kamar mandi berada di luar tenda, tapi tidak terlalu jauh. Sementara untuk tendanya sudah ada fasilitas kasur, sleeping bag, bantal, selimut, serta colokan. Sepertinya asik ya? Kapan-kapan pengen coba ajak Mas Met ke sini ah.

Kalau kalian gimana, mau juga coba ke tempat ini? Yuk main ke Lembang. Usahakan datang agak pagi biar ga keburu ramai. Dan jangan lupa untuk jaga kebersihan. Selamat menikmati liburan!

30 thoughts on “Di Balik “Horor”nya Foto Mountain Swing di The Lodge Maribaya”

  1. Iya tuh teeh, sama yang kaya di Batu kannnn….
    sedih aku tuh sama sistem yang kaya begitu.
    Kudu bayar per file :/
    kantong mahasiswa ku menjerit T.T
    kalo yang di Batu….malah kalo bawa kamera bayar lagi Dx

    gedeg aku tuh.
    Halah ga tau lagi :/

    Tapi bagus banget emang pemandangannya >.<

    1. mirip sama yang di Batu. Tapi di Batu ayunanannya beneran horor tapi menyenangkan. Harga per file foto lebih murah di Batu. Tapi, bawa kamera di charge….. sedih

  2. tiket masuknya murah banget ya kirain berbau horror itu ada setannya atau hal semamcamnya ternyaata cuman begitu tp. parah juga tempatnya jauh dari pusat kota

  3. Mba dian. Aku malah ngerinya bukan liat yg ayunan tapi yg rumah pohon. Tiap kali lihat foto yg di rumah pohon wara wiri TL slalu berpikir itu ga ngeri apa. Jangan2 ada rahasianya juga kayak yg swing itu… *_^

  4. mbak diannnn , aku mupeng liat fotonya.
    kirain aku itu mau naik ayunan harus naik ke pohon yg super tinggi mbak. ternyata tidak ya?
    overalll pengen ke Lodge juga diriku, belom pernah ke sana sayangnya.
    mbak mau tanya donk , untuk naik ayunan gitu ada batasan umur kah?
    terus tadi kan mbak pilih 10 poto ya dari photographernya , itu berarti 10.000 x 10 ya mbak??
    apa semua poto dibayar 10ribu .

    1. Untuk batasan usia, yang pasti dari remaja sampai dewasa sih yang boleh naik. Anak-anak ga bisa.
      Iya, per file foto RP 10.000, jadi bayar fotonya kena Rp 100.000 aku ahahahahahahaha

    2. Batasan umur ga tertulis disana, tapi anak-anak jelas ga boleh, Mbak.
      Iya satu file foto Rp 10.000, jadi aku bayar Rp 100.000 karena ga bisa milihnya ahahahahaha

  5. ooo ternyata begitu. kirain beneran main ayunan 😀
    tempo hari pengen ke sana juga. tapi ga jadi. inget kata temen2 ttng antriannya. kapan2 aja deh, kalo udah sepi 😛

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *