Biaya vs Pajak: Bukan Cuma Masalah Nominal, Tapi Soal Strategi

Punya usaha sendiri dan pendapatan mulai naik tentu jadi kabar baik. Tapi di balik euforia naiknya omzet, ada satu hal penting yang sering luput diperhatikan: pengelolaan biaya dalam kaitannya dengan pajak. Banyak pemilik usaha menganggap biaya hanyalah pengeluaran rutin yang tak perlu dipikirkan terlalu dalam. Padahal, cara mencatat dan mengakui biaya sangat berpengaruh pada jumlah pajak yang harus dibayar.

Pengelolaan biaya yang strategis bisa jadi senjata ampuh untuk mengurangi beban pajak. Tapi hati-hati, tidak semua pengeluaran bisa diklaim sebagai pengurang pajak. Kalau salah langkah, bukan cuma rugi waktu dan tenaga, tapi juga bisa berujung pada denda atau pemeriksaan pajak yang bikin repot.

Kenapa Pengakuan Biaya Itu Penting?

Secara sederhana, pajak dihitung dari laba usaha, yaitu selisih antara pendapatan dan biaya. Semakin besar biaya yang sah diakui, semakin kecil laba kena pajak, dan otomatis pajak yang dibayar juga lebih ringan. Tapi tentu saja, pemerintah tidak membolehkan semua jenis pengeluaran masuk ke dalam kategori biaya yang bisa mengurangi pajak.

Agar bisa diakui sebagai pengurang pajak, suatu biaya harus memenuhi dua syarat utama:

  1. Ada hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
  2. Didukung oleh bukti yang sah, seperti faktur, kwitansi, atau bukti transfer.

Tanpa memenuhi dua hal ini, sebuah pengeluaran tidak bisa dianggap sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari pendapatan bruto. Jadi, catat semua pengeluaran dengan rapi dan pastikan bukti transaksinya lengkap.

Jenis Biaya yang Boleh Dikurangkan

Berikut adalah contoh biaya yang umumnya dapat diakui sebagai pengurang pajak:

  • Biaya produksi dan pemasaran, seperti bahan baku, ongkos kirim, atau biaya iklan.
  • Gaji dan tunjangan karyawan, termasuk BPJS dan THR.
  • Sewa kantor, listrik, alat tulis kantor (ATK), dan tagihan internet.
  • Bunga atas pinjaman usaha, bukan pinjaman pribadi.
  • Penyusutan (depresiasi) dan amortisasi atas aset perusahaan.
  • Donasi ke lembaga yang diakui secara resmi oleh pemerintah.

Semua biaya ini akan dipertimbangkan selama bisa dibuktikan kaitannya dengan kegiatan usaha.

Biaya yang Tidak Bisa Dikurangkan

Sebaliknya, ada pula pengeluaran yang tidak boleh diklaim sebagai biaya usaha:

  • Pembagian keuntungan kepada pemilik usaha atau dividen.
  • Belanja pribadi, walau dibayar dari rekening perusahaan.
  • Pengeluaran tanpa bukti transaksi yang valid.
  • Biaya atas barang pribadi yang dibeli atas nama perusahaan.
  • Denda dan sanksi pajak.

Memasukkan pengeluaran pribadi ke dalam pembukuan usaha bisa menimbulkan masalah serius, termasuk denda dari Direktorat Jenderal Pajak.

Biaya Jangka Panjang? Harus Dipecah

Untuk aset dengan umur manfaat lebih dari satu tahun, seperti properti, kendaraan operasional, software, atau lisensi, biayanya tidak bisa langsung diakui sekaligus. Pengakuannya dilakukan secara bertahap melalui metode depresiasi (untuk aset fisik) atau amortisasi (untuk aset tak berwujud).

Misalnya, perusahaan membeli software akuntansi senilai 30 juta rupiah untuk digunakan selama 3 tahun. Maka, biaya yang bisa diakui per tahun hanya 10 juta. Tujuannya agar laporan keuangan lebih mencerminkan kondisi riil dan tidak terlalu membebani satu periode pajak saja.

Kalau Ada Beberapa Sumber Pendapatan?

Beberapa usaha memiliki jenis pendapatan yang berbeda-beda. Contohnya, sebagian pendapatan berasal dari usaha yang dikenai pajak final, seperti sewa properti atau jasa konstruksi tertentu. Sementara sisanya dikenai tarif pajak normal berdasarkan laba bersih.

Dalam kondisi seperti ini, pembagian biaya harus dilakukan secara proporsional. Misalnya, jika 30% pendapatan berasal dari usaha berpenghasilan final, maka hanya 70% dari total biaya usaha yang bisa diklaim sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Pengaturan ini penting untuk menghindari pengakuan biaya yang tidak sesuai, yang bisa menimbulkan koreksi saat pemeriksaan pajak.

Manfaatkan Insentif Pajak

Pemerintah Indonesia menyediakan berbagai insentif pajak untuk mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi. Beberapa insentif yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha antara lain:

  • Pengurangan pajak hingga 300% untuk kegiatan riset dan pengembangan (R&D).
  • Potongan pajak hingga 60% untuk industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja.

Namun perlu dicatat, untuk mendapatkan insentif ini, perusahaan wajib menyusun laporan yang lengkap, akurat, dan sesuai ketentuan perpajakan. Tanpa dokumentasi yang rapi, insentif yang seharusnya bisa didapat justru bisa jadi sumber masalah baru.

Jangan Asal, Susun Strategi Pajak dengan Benar

Pengakuan biaya dalam laporan keuangan dan perpajakan bukan cuma soal teknis akuntansi, tapi bagian penting dari strategi bisnis jangka panjang. Menyusun strategi pajak yang baik dapat membantu perusahaan menjaga arus kas, memaksimalkan keuntungan, dan tentu saja meminimalkan potensi masalah dengan otoritas pajak.

Bagi pelaku usaha yang masih merasa kesulitan memahami aturan atau menyusun strategi pajak yang tepat, berkonsultasi dengan konsultan pajak yang berpengalaman bisa menjadi langkah bijak. Konsultan Pajak dapat membantu mengidentifikasi biaya yang sah, menyusun laporan dengan rapi, serta mengoptimalkan berbagai insentif yang tersedia sesuai regulasi.

Ingin tahu lebih lanjut soal layanan konsultan pajak atau butuh bantuan untuk merapikan pembukuan usaha?

Silakan kunjungi situs berikut:

https://konsultanpajak.or.id/

About The Author


dianravi

Dian Safitri, travel and lifestyle blogger muslimah yang berdomisili di Jakarta, Indonesia. Pecinta kopi dan makanan. IVF Surviver.

Leave a Comment