Berbagi itu Asik, Tapi Jangan Sampai Keceplosan!

Maju mundur cantik untuk kembali membuat blog ini hidup. Rasanya semenjak aku memutuskan untuk memindahkan cerita traveling ke Travel Galau, blog Dian Ravi ini jadi terasa hampa. Isinya cuma seputar job yang kian hari kian sepi. Tulisan jarang bertambah, sementara tagihan domain dan hosting jalan terus. 

Rasanya aku ingin kembali menghidupkan blog ini dengan curhatan kehidupan, tentang kehidupan pernikahan yang mungkin sesekali diselingi opini pribadi. Kangen juga menulis tentang pengalaman seperti MY IVF StoryFYI, pernikahan aku sudah memasuki usia 20 tahun. Rasanya bolehlah ya sesekali memberi masukan soal mariage life

Sayangnya, menulis curhat justru menjadi hal yang terasa berat untuk aku saat ini. Ada rasa takut untuk mengeluarkan opini-opini melalui curhatan hidup. 

Dulu, di zaman keemasan blogger, pepatah “sharing is caring” begitu menginspirasi. Menulis blog pada tahun 2010 sampai 2019  adalah tentang berbagi pengalaman hidup mulai dari kuliner, traveling, hingga curhatan pribadi yang hangat. Namun, seiring berjalannya waktu, semangat berbagi tampaknya mengalami perubahan. Di era digital ini, berbagi seringkali disalahartikan sebagai “oversharing“. 

Apakah aku satu-satunya yang merasakan hal ini, ataukah ada teman bloger lain di luar sana yang juga merasa takut untuk membuka cerita kehidupan mereka? Pertanyaan ini mengemuka: apakah semangat berbagi masih relevan di tengah arus informasi yang begitu deras? 

8 Alasan Kenapa Kita Sering Mikir Dua Kali Sebelum Curhat di Medsos

Seringkali kita merasa ingin banget curhat di media sosial, tapi akhirnya menahan diri karena berbagai alasan yang membuat ragu. Jangan khawatir, kamu tidak sendirian dalam perasaan ini. Banyak orang juga mengalami hal yang sama. Seiring dengan kemajuan teknologi dan popularitas media sosial, muncul dilema tentang seberapa jauh kita bisa dan seharusnya berbagi cerita di dunia maya.

Salah satu alasan utama yang membuat kita ragu untuk membuka hati di media sosial adalah ketakutan akan penilaian orang lain. Takut dihakimi, dicemooh, atau bahkan dibully membuat banyak orang lebih memilih untuk merahasiakan cerita-cerita pribadi mereka. Selain itu, kekhawatiran akan privasi yang bisa terancam dan potensi konflik dengan orang lain juga menjadi pertimbangan utama. Meskipun media sosial memberikan wadah untuk berbagi pengalaman, terkadang kita harus memilih dengan bijak apa yang sebaiknya kita ungkapkan demi menjaga keseimbangan antara ekspresi diri dan keamanan pribadi.

1. Takut Dijudge Abis-abisan

Siapa sih yang suka dihakimi? Pasti nggak ada, kan? Nah, inilah salah satu alasan utama kenapa banyak orang takut curhat di medsos. Takutnya, postingan kita malah jadi bahan gunjingan atau bahkan dibully.

Takut dihakimi adalah salah satu hal yang sangat manusiawi. Siapa sih yang senang menjadi sasaran penilaian negatif? Pasti tidak ada, bukan? Kekhawatiran akan dihakimi atau dikritik secara berlebihan merupakan salah satu alasan utama mengapa banyak orang merasa ragu untuk berbagi cerita di media sosial. Mereka takut bahwa apa yang mereka posting akan menjadi bahan gunjingan, celaan, atau bahkan menjadi target bullying. Perasaan takut akan reaksi negatif dari orang lain seringkali menghambat keberanian seseorang untuk mengekspresikan diri secara terbuka di dunia maya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya menciptakan lingkungan yang mendukung dan penuh empati di dunia maya agar setiap individu merasa aman untuk berbagi tanpa takut dihakimi.

2. Privasi Jadi Taruhan

Meski sudah atur privasi seketat mungkin, tetap aja ada rasa khawatir kalau-kalau informasi pribadi kita malah bocor dan disalahgunakan. Siapa tahu, kan?

Privasi merupakan aspek yang sangat sensitif dalam era digital saat ini. Meskipun kita telah mengatur privasi seketat mungkin di media sosial, tetap saja ada rasa khawatir yang menghantui, terutama mengenai kebocoran data pribadi yang dapat disalahgunakan. Di Indonesia, kasus kebocoran data pribadi seringkali menimbulkan kekhawatiran yang berkepanjangan bagi masyarakat. Dari kasus-kasus besar seperti kebocoran data pengguna aplikasi hingga informasi pribadi yang tersebar secara tidak sah, hal ini menunjukkan betapa pentingnya untuk selalu waspada dan berhati-hati dalam memberikan informasi pribadi di dunia maya.

baca juga: WASPADA SOCIAL ENGINEERING: MENGGUNAKAN STRATEGI “BILANG AJA GAK” UNTUK MELINDUNGI DIRI

Kebocoran data pribadi dapat membuka pintu bagi tindakan kriminal seperti pencurian identitas, penipuan, atau pelecehan online. Ketika informasi pribadi kita jatuh ke tangan yang salah, dampaknya bisa sangat merugikan dan sulit untuk dikendalikan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu memperhatikan keamanan data pribadi kita, baik dalam pengaturan privasi di media sosial maupun dalam berinteraksi online secara umum. Dengan meningkatkan kesadaran akan resiko kebocoran data dan mengambil langkah-langkah perlindungan yang tepat, kita dapat lebih menjaga privasi dan keamanan informasi pribadi kita di dunia digital yang semakin kompleks ini.

3. Hubungan Jadi Awkward 

Curhatan yang terlalu terbuka kadang-kadang malah bikin hubungan dengan orang lain jadi canggung. Apalagi kalau melibatkan orang lain, bisa-bisa malah bikin ribut.

Curhatan yang terlalu terbuka di media sosial seringkali dapat menciptakan ketidaknyamanan dalam hubungan interpersonal. Terkadang, ketika kita membagikan cerita atau masalah pribadi secara terlalu detail, hal ini bisa membuat orang lain merasa canggung atau bahkan menimbulkan konflik. Apalagi jika cerita yang dibagikan melibatkan orang lain secara tidak langsung, hal ini dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan membuat hubungan menjadi awkward.

Dalam konteks hubungan sosial, penting untuk mempertimbangkan batas-batas privasi dan sensitivitas orang lain. Terlalu terbuka dalam curhatan di media sosial bisa menimbulkan ketegangan dan merusak hubungan yang seharusnya harmonis. Sebagai individu yang aktif di dunia maya, penting untuk menghormati privasi orang lain dan mempertimbangkan dampak dari setiap cerita yang dibagikan. Dengan demikian, kita dapat menjaga hubungan dengan orang lain tetap sehat dan harmonis tanpa menimbulkan ketidaknyamanan yang tidak perlu.

4. Hantu Masa Lalu 

Pernah dengar istilah “internet itu abadi”? Nah, apa yang kita posting sekarang bisa aja jadi boomerang di masa depan. Misalnya, pas lagi lamar kerja, postingan lama kita malah jadi bahan pertimbangan.

Fenomena “hantu masa lalu” dalam dunia digital memang menjadi hal yang patut diperhatikan. Istilah “internet itu abadi” mengingatkan kita bahwa apa pun yang kita posting di dunia maya bisa terus hidup dan kembali menghantui di masa depan. Sebuah postingan yang kita anggap sepele atau lucu saat ini, bisa menjadi boomerang yang mempengaruhi reputasi dan kesempatan di masa mendatang. Contohnya, saat sedang melamar pekerjaan, informasi dari postingan lama kita di media sosial bisa menjadi pertimbangan bagi calon employer.

Hal ini menunjukkan pentingnya kesadaran akan dampak jangka panjang dari apa yang kita bagikan di dunia maya. Sebagai pengguna aktif media sosial, kita perlu bijak dalam memilih konten yang kita bagikan dan selalu mempertimbangkan implikasi dari setiap postingan. Dengan memahami bahwa apa pun yang kita bagikan di internet bisa memiliki konsekuensi di masa depan, kita dapat lebih berhati-hati dalam menjaga citra diri dan reputasi online kita.

5. Dukungan yang Nggak Selalu Ada 

Nggak semua orang di medsos itu baik hati. Ada juga yang cuma nyari sensasi atau malah memanfaatkan situasi kita untuk kepentingan pribadi.

Di dunia media sosial, tidak semua orang memiliki niat baik dan dukungan yang tulus. Ada individu yang hanya mencari sensasi atau bahkan memanfaatkan situasi orang lain untuk kepentingan pribadi mereka. Hal ini menjadi alasan mengapa banyak orang merasa ragu untuk berbagi cerita pribadi di platform-platform media sosial. Kekhawatiran akan dimanfaatkan atau dieksploitasi oleh orang-orang dengan motivasi yang tidak jelas seringkali membuat kita lebih berhati-hati dalam berinteraksi dan berbagi di dunia maya.

Kehadiran individu-individu yang kurang bertanggung jawab di media sosial menegaskan pentingnya untuk selalu waspada dan bijak dalam berinteraksi online. Dengan meningkatkan kesadaran akan risiko dan potensi penyalahgunaan informasi pribadi, kita dapat lebih selektif dalam memilih lingkungan online yang sehat dan mendukung. Dengan demikian, kita dapat melindungi diri dari potensi eksploitasi dan menjaga privasi serta keamanan informasi pribadi kita di dunia digital yang penuh dengan variasi karakter dan motivasi.

6. Malu-Malu Kucing 

Ada beberapa topik yang memang terlalu pribadi buat diumbar ke publik. Rasanya nggak enak aja gitu kalau orang lain tahu.

Rasa malu atau keengganan untuk membuka diri tentang topik yang terlalu pribadi merupakan hal yang wajar. Terdapat beberapa hal dalam kehidupan kita yang memang lebih baik disimpan sebagai rahasia dan tidak perlu diumbar ke publik. Terkadang, merasa tidak nyaman jika orang lain mengetahui detail-detail pribadi kita adalah hal yang manusiawi. Perasaan ini seringkali muncul karena adanya batasan privasi yang ingin kita jaga serta keinginan untuk menjaga citra diri di mata orang lain.

Menjaga sebagian cerita atau pengalaman pribadi untuk diri sendiri adalah hal yang sah dan penting. Setiap individu memiliki hak untuk menentukan sejauh mana mereka ingin membagikan informasi tentang kehidupan pribadi mereka. Dengan memahami batasan-batasan ini, kita dapat menjaga keseimbangan antara kebutuhan untuk berbagi dan keinginan untuk menjaga privasi. Merasa malu atau enggan untuk membuka diri tentang hal-hal yang terlalu pribadi adalah bentuk perlindungan diri yang penting dalam menjaga kesejahteraan mental dan emosional kita.

7. Nggak Nyaman Buka-bukaan 

Bagi sebagian orang, mengekspresikan perasaan itu nggak semudah yang dibayangkan, apalagi kalau menyangkut pengalaman yang menyakitkan.

Mengekspresikan perasaan dan membuka diri tentang pengalaman yang menyakitkan memang tidaklah mudah bagi sebagian orang. Terkadang, proses untuk mengungkapkan hal-hal yang mengganggu atau menyakitkan dalam kehidupan kita bisa menjadi tantangan yang besar. Rasa tidak nyaman dan ketidakpastian dalam berbagi cerita yang melibatkan emosi yang dalam seringkali membuat seseorang enggan untuk membuka-bukaan.

Penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam mengekspresikan perasaan dan pengalaman pribadi. Menyadari bahwa tidak semua orang merasa nyaman untuk membuka diri secara terbuka adalah langkah pertama dalam memahami kompleksitas emosi manusia. Dalam situasi seperti ini, penting untuk memberikan dukungan dan pengertian kepada orang-orang yang mungkin mengalami kesulitan dalam berbagi cerita yang sensitif. Dengan memberikan ruang dan waktu yang tepat, seseorang dapat merasa lebih nyaman untuk merangkul dan mengungkapkan perasaan yang mungkin sulit diungkapkan.

8. Takut Ketahuan 

Terkadang, kita takut kalau-kalau orang-orang terdekat kita tahu kalau kita lagi curhat di medsos. Bahkan untuk aku yang suka dinilai ceplas-ceplos, aku masih suka takut kalau ada keluarga besar aku yang baca tulisan curhatan aku. 

Rasa takut untuk terbongkar atau diketahui sedang curhat di media sosial seringkali menghantui beberapa orang. Ketika kita membagikan cerita atau perasaan secara terbuka di platform-platform online, ada kekhawatiran bahwa orang-orang terdekat kita, seperti keluarga atau teman, akan mengetahui isi curhatan tersebut. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan dan kecemasan, terutama jika kita merasa rentan atau tidak siap untuk membahas topik tersebut secara langsung dengan mereka.

Perasaan takut ketahuan saat curhat di media sosial seringkali muncul karena adanya keinginan untuk menjaga privasi dan kontrol atas informasi yang kita bagikan. Namun, penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki hak untuk mengekspresikan diri dan berbagi cerita tanpa harus merasa terintimidasi oleh ketakutan akan ketahuan. Dalam menghadapi rasa takut ini, penting untuk memahami batasan-batasan privasi dan komunikasi yang nyaman bagi diri sendiri, serta memilih platform atau cara yang tepat untuk berbagi cerita tanpa merasa terbebani oleh kekhawatiran akan ketahuan oleh orang-orang terdekat.

Berbagi itu Asik, Tapi Jangan Sampai Keceplosan!

Menemukan keseimbangan antara berbagi cerita di media sosial dan menjaga privasi memang bisa menjadi tantangan. Aku jadi merasa bingung apakah harus pensiun sebagai blogger curhat dan menutup blog ini? 

Berbagi cerita di dunia maya bisa menjadi pengalaman yang menyenangkan dan bermanfaat. Dengan berbagi, kita dapat mempererat hubungan sosial, menginspirasi orang lain, dan meningkatkan kesadaran akan isu-isu sosial yang penting. Namun, di balik manfaatnya, penting juga untuk menjaga privasi kita dengan baik.

Menjaga privasi merupakan langkah penting untuk melindungi diri dari bahaya dunia maya, seperti pencurian identitas dan penipuan online. Selain itu, menjaga privasi juga membantu kita untuk mempertahankan keharmonisan hubungan sosial dengan orang-orang di sekitar kita. Terlebih lagi, menjaga privasi juga berperan penting dalam menjaga kesehatan mental kita, karena terlalu terbuka tentang hal-hal pribadi bisa meningkatkan tingkat stres dan kecemasan.

Dengan menemukan keseimbangan antara berbagi cerita yang positif dan menjaga privasi dengan bijak, kita dapat menikmati manfaat dari kedua hal tersebut tanpa harus merasa terbebani oleh risiko yang mungkin timbul. Jadi, yuk terus berbagi dengan bijak dan tetap menjaga privasi kita dengan baik!

Intinya, berbagi itu boleh, tapi jangan sampai kebablasan. Yang penting, kita tetap merasa nyaman dan aman dengan apa yang kita bagikan.

Dengan mempertimbangkan batasan-batasan privasi dan keamanan dalam berbagi cerita, kita dapat menjaga kontrol atas informasi pribadi kita dan mencegah potensi risiko yang mungkin timbul. Penting untuk selalu mengingat bahwa kita memiliki hak untuk menentukan sejauh mana kita ingin membuka diri di media sosial dan untuk selalu memprioritaskan kenyamanan dan keamanan diri sendiri.

Dengan memahami pentingnya menjaga keseimbangan antara berbagi dan privasi, kita dapat menikmati manfaat positif dari berinteraksi di media sosial tanpa harus merasa terbebani oleh kekhawatiran akan penyalahgunaan informasi pribadi. Jadi, mari terus berbagi dengan bijak dan tetap menjaga privasi serta keamanan diri kita di dunia digital yang terus berkembang ini.

Apakah ini artinya blog Dian Ravi akan kembali aktif lagi? Bismillah…. Pelan-pelan aku mau kembali sharing seputar kehidupan pernikahan. Semoga saja blog ini belum ditinggalkan pembacanya.

About The Author


dianravi

Dian Safitri, travel and lifestyle blogger muslimah yang berdomisili di Jakarta, Indonesia. Pecinta kopi dan makanan. IVF Surviver.

5 Comments

  1. Takut di-judge iya sih, kita gak akan tau respon beberapa orang kan, jadi beneran harus mikir dua atau tiga kali lah kalo curhat di media sosial. Godaan paling di Twitter kadang suka lepas kadang kendali mau cerita ini itu, cuma skg kebanyakan masuk draft aja gak di send haha

  2. Ayooo mba aktif lagi blog yg ini ☺.

    Aku sendiri tipe yg ga suka curhat di medsos. Itu biarlah jadi konsumsi pribadi. Tapi aku ga masalah baca tulisan teman2 yg berbau curhat asalkan ditulis dengan enak dan solutif, jadi bukan sekedar ngeluh ga jelas. Ada kok blog curhat yg baguus memang.

    Trus juga krn masalah privacy tadi, takut dicuri data2 pribadi yg bikin aku males curhat di blog. Udahlah, mending tulisan traveling dan culinary aja

  3. Ayooo mba aktif lagi blog yg ini ☺.

    Aku sendiri tipe yg ga suka curhat di medsos. Itu biarlah jadi konsumsi pribadi. Tapi aku ga masalah baca tulisan teman2 yg berbau curhat asalkan ditulis dengan enak dan solutif, jadi bukan sekedar ngeluh ga jelas. Ada kok blog curhat yg baguus memang.

    Trus juga krn masalah privacy tadi, takut dicuri data2 pribadi yg bikin aku males curhat di blog. Udahlah, mending tulisan traveling dan culinary aja . Lebih aman

  4. Soal privasi ini juga nih yang kadang bikin aku ikut memberi batasan buat dibagikan di media sosialku, terutama di blog. Walhasil, apa yang disampaikan ya selalu melalui proses pilah dan saring dulu. Makanya tulisan di log tema lifestyle and travel aku ya berpatok sama label yang kubuat. Soal tontonan, bacaan, jalan-jalan. Sesekali ada sih sesi sharing soal relationship, tapi ya umum saja. Semisal karena aku terinspirasi dari buku atau drama gitu.

    Tapi ya bukan berarti aku menghilangkan banyak sisi curhat itu di blogku sih, Mba. Ada seorang blogger yang tulisannya dikenal curhat banget, beberapa waktu lalu pun menampilkan tulisan yang senapas dengan apa yang Mba Dian sampaikan di sini.

    Ayoooo Mba Dian, hidupkan lagi. We never know, ada saja orang yang menanti tulisan-tulisan yang lahir dari tarian jemari Mba Dian ya kan?

  5. aku juga ngerasain sama kaya teteh, takut oversharing mau curhat di blog lagi wkwkkw kangen bener masa kejayaan blogger. sekarang jadi lebih hati2 nulisnya, meski rasanya jadi kurang bebas, tapiiii dari pada ngendon di draft. ayooook teh idupin lagi blognya, akuu juga berencana kaya gitu biar ga “etalase” isinya. syemangaaaadh 😀 ak pasti bacaaa xixxiix

Leave a Comment