Do it now.
Sometime ‘LATER’ becomes ‘NEVER’
-unKnown
Assalamu’alaikum,
Waktu dua minggu lalu share tentang tindakan operasi kecil di sosial media, ada beberapa teman yang kebingungan. Pertanyaan mereka umumnya sama, “Perasaan lo baru liburan deh. Kok tau-tau operasi?” Dan aku cuma bisa nyengir. Karena memang rencana liburan ke Ciwidey beberapa hari sebelum operasi itu agak-agak spontan. Ceritanya sih karena ingin nenangin diri daripada stres mikirin tindakan operasi sekaligus terinspirasi dari kalimatnya Rangga soal bedanya traveling dan holiday. Ayo, yang nonton AADC 2 pasti paham banget soal ini.
Jujur, waktu dikasih tahu kalau harus menjalani hysteroscopy, ada rasa takut luar biasa. Ditambah lagi mengkonsumsi obat hormon, rasanya air mata itu kaya kran bocor. Terus netes. Alhamdulillah aku punya suami siaga yang pengertian kalau istrinya begini cuma karena efek obat-obat hormon, jadi bukannya ngomel-ngomelin istrinya cengeng atau ngasih nasihat soal kesabaran, tapi justru cuma ngasih senyuman sambil ngacak-ngacak rambut aku aja. Dan ditengah banjir air mata itulah ide piknik itulah tercetus.
“Yank, liburan yuk weekend besok,” sahutku.
“Mau kemana?”
“Hmm…” mikir sebentar. “Gimana kalau kita kemping aja di Ciwidey?”
Dan begitulah gimana ceriatnya akhirnya kami berdua sepakat bakal ke Ciwidey, 3 hari sebelum hari H. Karena ceritanya pengen sok-sokan ala traveler, aku pun memutuskan ga mau pake brosing-brosing. Pokoknya sudah tahu bakal kemping di Rancaupas. Tempat-tempat wisata daerah Ciwidey juga aku cukup familiar, karena meski baru sekali ke sana, tapi diem-diem udah sering brosing. Tapi 1 hari sebelum keberangkatan akhirnya aku ga tahan juga untuk brosing soal Rancaupas dan tempat wisata lain di Ciwidey. Yang berujung dengan dapat nomor kontak untuk sewa tenda di Ranca Upas-nya 😀 Daripada datang dadakan terus ga dapat tenda kan ya?
Sabtu pagi yang dinanti pun akhirnya tiba. Efek berusaha santai, akhirnya kami baru berangkat dari rumah jam 6.30 pagi. Berharap jalanan lancar. Karena kan long weekend baru aja berakhir. Tapi ternyata jalanan dipenuhi sama bus pariwisata. Macet sih engga. Tapi rasanya jadi lambat. Untuk ke Ciwidey, biasanya keluar tol Kopo. Tapi karena aku tahu kalau lewat situ bakal macet (apalagi kalau semakin siang), maka kami keluar tol Baros yang relatif lebih lancar.
Menjelang pukul 11 siang kami tiba di Soreang. Dan ketika melewati Masjid Agung, tampak aneka jajanan kaki lima menggoda kami untuk berhenti sejenak. Pilihan kami sama-sama jatuh pada bubur ayam. Padahal biasanya mas Met kurang begitu suka sarapan bubur ayam. “Ga nendang,” begitu penjelasan dia setiap ditanya kenapa mau makan bubur ayam. Tapi ternyata pilihan kami pagi itu ga salah. Karena satu mangkuk bubur ayam ditemani dengan satu telur rebus. Kenyang lah ya…. Bahkan mas Met yang tadinya masih ingin nambah mie ayam akhirnya ga jadi. Setelah santai-santai sejenak perjalanan pun kami lanjutkan.
Masuk ke wilayah Ciwidey disambut dengan hujan. Aduh, ini kan wilayah out door semua. Mau ga mau hati sempat menciut sesaat. Tapi akhirnya berusaha berpikir positif, nikmatin aja perjalanan ini. Kalau hujan ya pakai payung. Untungnya kami berencana ke Situ Patenggang dulu, yang lokasinya masih cukup jauh. Jadi sambil menikmati pemandangan kebun teh yang fantastis, sambil berdoa hujan segera reda.
Siapa saja yang ingin hubungannya langgeng, maka datangkah ke Situ Patenggang, datangilah Batu Cinta dan kelilingi Pulau Asmara.
Itu adalah mitos yang beredar mengenai Situ Patenggang. Situ Patenggang merupakan danau dengan mitos kisah cinta Ki Santang dan Dewi Rengganis. Bahkan di sini terdapat batu cinta dan pulau Asmara. Untuk bisa ke mengelilingi pulau Asmara kita harus menyewa perahu yang bisa diisi sekitar 10 penumpang. Tadinya aku agak malas-malasan mau naik perahu ini. Karena kami cuma berdua. Mau gabung sama yang lain masih harus menunggu, dan khawatir hujan yang baru aja reda akan kembali turun. Tapi dipikir-pikir lagi, kapan lagi punya kesempatan ke Situ Patenggang. Mumpung di sini, mending explore sekalian.
Baru duduk manis di perahu, hujan kembali turun membasahi bumi. Untung aku udah bawa payung buat jaga-jaga. Pokoknya aku udah pasrah, mau cuaca seperti apa pun, nikmatin aja. Perahu menepi ga jauh dari batu cinta. Sayang kami ga bisa berpoto dari depan batu karena air pasang. Setengah berlari di bawah payung aku turun dari perahu menuju warung terdekat. Cuaca dingin gini, kayanya enak menyeduh kopi. Oh iya, Situ Patenggang ini merupakan lokasi film Heart loh. Yang pernah nonton pasti kebayang kan cantiknya pemandangan di sini.
Cuaca kayanya memang lagi galau. Ketika turun dari perahu, hujan reda. Namun ketika kami kembali naik perahu menuju pulau utama lagi-lagi disertai gerimis. Tapi lagi-lagi kembali reda ketika perahu menepi. Jalan-jalan lagi-lagi sebentar mengelilingi Situ Patenggang. Sambil cari-cari sudut yang cantik untuk diabadikan.
Situ Patenggang ini masuk wilayah admisnistratif kecamatan Rancabali, yang terkenal akan perkebunan teh-nya. Sejauh mata memandang saat perjalanan menuju Situ Patenggang, kebun teh yang hijau membuat mata seger. Ada beberapa tempat yang seringkali aku lihat di instragram. Dan biar ga kalah instragmable, sebelum mengarah ke Ranca Upas, kami pun berhenti dulu di dua tempat yang menurut kami layak masuk instagram.
dipinggir kebun teh, dingin-dingin, menikmati jagung bakar
Dan sampailah kami di tempat peristirahatan kami malam itu: Bumi Perkemahan Ranca Upas. Aku menghubungi teh Neni, yang nomornya aku dapatkan dari salah satu akun wisata Ciwidey (aku lupa akun yang mananya). Bagian depan udah tampak ramai dipenuhi deretan tenda. Aku diminta masuk terus ke dalam, ke jajaran warung-warung. Ketika ketemu teh Neni aku disuruh pilih sendiri mau dipasang dimana tendanya. Karena mas Met pengen ga jauh dari mobil, biar ngambil barang gampang, jadilah tenda kami berdiri di tengah-tengah lapang diantara warung-warung dan kandang rusa.
Ini pengalaman kemping pertama aku seumur-umur. Tanpa persiapan pula. Untung aja bisa sewa tenda, kasur, dan lampu. Makan pun ga susah, karena ada warung-warung. Kalau ditanya ngapain aja selama kemping, aku bakal jawab, “Tidur doang.” Aku mati gaya, bingung mesti ngapain ketika matahari akhirnya terbenam. Usai menunaikan shalat isya, ya mending tidur. Ga pules-pules amat karena di luar cukup ramai, tapi cukup untuk tidak membuat kantung mata nampak.
Tadinya mas Met itu pengen berburu foto bintang. Tapi ternyata awan cukup tebal malam itu. Pebekalan fotografi canggih pun ga jadi dikeluarkan. Foto sunrise? Aku kesiangan. Atau lebih tepatnya males-malesan keluar tenda karena di luar dingin. Ketika akhirnya keluar dari tenda matahari pas udah agak tinggi.
Cari sarapan pun ga repot. Ada tukang nasi kuning berkeliling menawarkan dagangannya. Beneran kemping yang agak dimanja rasanya. Pas lah buat pemula kaya aku.
Agenda pagi itu sebelum keluar dari Ranca Upas adalah ke kandang rusa. Pengen liat-liat rusa, ngasih makan rusa, dan berpoto kaya Raisa. Tapi aku harus sadar, aku bukan Raisa ternyata, jauh kalo dibanding Raisa. Auranya aja beda. Jadi, hasil foto-foto pun ya ga kaya Raisa.
Proses check out dari tenda? Mampir ke warung pemilik tenda, tanya total berapa, bayar, kemudian pulang deh. Agak aneh ya. Ga perlu beres-beres tenda. Ga ada proses dicek dulu barang-barangnya (dikata hotel apa ya?!).
Langsung pulang? Ya engga lah. Mumpung masih di Ciwidey, ada satu tempat lagi yang wajib dikunjungi. Apalagi kalau bukan Kawah Putih. Meski beberapa tahun yang lalu sudah penah kemari, tetap aja rasanya ingin mampir. Kawah Putih ini lokasinya ga jauh dari Ranca Upas. Pas ke arah pulang.
Jam 8 pagi udah sampai di Kawah Putih. Dikira blom buka. Tahunya sudah ramai dong. Sampai bingung mau foto-foto cihuy dimana. Untung keinget nasihat temen mama waktu ke Korea kemarin, “Buat dapat foto bagus mesti usaha. Tunggu sampai sepi atau melipir ke tempat yang sepi meski bukan objek utama.” Oke, aku sapu mata keliling Kawah Putih. Ada tempat yang ga begitu ramai. Memang untuk kesananya harus ekstra jalan. Tapi tak apa. Demi dapetin poto-poto ciamik. Kan tujuan liburan itu selain refreshing hati juga oleh-oleh poto yang keren buat diposting.
Ga usah lama-lama di Kawah Putih. Karena bau belerangnya ga baik buat kesehatan. Lagipula, tambah lama tambah ramai. Makin susah mau foto-fotonya juga. Mari kita meluncur pulang ke Jakarta. Alhamudillah gundah gulananya mulai berkurang kok.
Menjelang siang perut mulai kerasa kukuruyuk. Apalagi mengingat tadi pagi sarapan cuma nasi kuning. Tapi aku dan mas Met udah di jalan tol, dan mas Met menolak makan di rest area. Kenapa? Katanya, ini kan traveling. Masa traveling makannya di rest area sih. Ga seru. Oke, bapak Metra tercinta, jadi kita mau makan apa dan dimana?
Tahu-tahu aja, mobil putih keluar di gerbang tol Sadang dan…… berhenti di tempat sate maranggi, Cibungur. Beneran sukses liburan tanpa perencanaannya.
Salam jalan-jalan,
6 Comments
Add Yours →aku sudah pernah ke sana. adem dan hijau pandangannya bikin hati nyaman. Semoga sehat selalu ya
Hello, I have seen your site, and thought you might be interested in joining an Affiliate Marketing Platform that industry leaders are involved. Best Regards,
[…] terbuka, bermandikan cahaya bintang. Tapi aku tak punya cerita seperti itu. Bahkan seumur hidupku tidur di dalam tenda baru satu kali aku rasakan. Itu pun aku benar-benar hanya meringkuk di dalam tenda, karena diluar […]
Lengkap banget teh, aku ke Ciwidey cuma berapa menit pula dan ga keliling kebun tehnya gitu
Menenangkan pikiran dengan jalan-jalan ok juga ya mba. Aku pun belum pernah sih camping seumur-umur ini hahaha.
Btw operasi gimana mba waktu itu ? Lancar kan ?
[…] ketika menginap di VillaTel Salse, dan yang kedua saat kemping di Ranca Upas. Sebenarnya cerita mendadak Ciwidey ini sudah pernah gue tulis sebelumnya di blog Dian Ravi, tapi demi kisah-kisah traveling gue […]