Sepenggal Kisah di Akhir Tahun 2016

Bismillahirohmanirohim,

Cerita akhir tahun 2016

Tahun 2016 hanya tinggal dalam hitungan jam akan segara berakhir. Penggalan-penggalan kejadian yang dialami di 2016 silih bermunculan silih berganti. Tentu saja 2016 ini meninggalkan banyak kisah yang pastinya akan selalu aku ingat, meski tak semuanya kisah itu adalah kisah yang indah.

2016 akan segera berakhir. Aku pun harus kembali mengubur sebuah mimpi yang pernah aku coba wujudkan di tahun ini. Mimpi yang mungkin harus aku ikhlaskan kegagalan dalam meraihnya. Mimpi yang mungkin terpaksa aku hentikan perjuangannya dalam mewujudkannya. Menyerah? Aku tak peduli kata apa yang akan digambarkan mengenai tulisan yang ingin aku bagikan di penghujung tahun ini. Mungkin aku memang seorang pengecut yang setelah merasakan kegagalan aku langsung tak berani untuk mencoba berjuang lagi. Tapi salahkah kalau aku merasa lelah karena telah terlalu lama berharap?

Mimpi ini bermula dari bulan puasa di 2015 lalu. Rasa rindu yang begitu besar tiba-tiba muncul membuat dadaku terasa sesak. Air mata tak kuasa mengalir begitu saja setiap kali aku melihat sosok anak kecil. Benar, aku rindu akan kehadiran buah hati. Sebuah rasa rindu yang absurd sebenarnya. Bagaimana mungkin seharusnya aku bisa merasakan rindu kalau aku belum pernah merasakan kehadiran buah hati selama ini. Terkadang kita cuma bisa yakin, kalau cinta itu bisa terjadi meski kita belum pernah bertemu atau pun merasakan kehadirannya. Cinta bisa hadir hanya dari sebuah pengharapan.

Aku pun memberanikan diri untuk  mengutarakan perasaan rinduku ini pada Mas Met. Aku meyatakan insya Allah aku siap untuk kembali menjalani program hamil. Bak gayung bersambut, Mas Met pun mendukung aku 100%. Niat kami sudah mantap untuk mencoba kembali meraih mimpi yang beberapa tahun kami kubur bersama. Langkah berikutnya tentu saja mengumpulkan kembali pundi-pundi tabungan untuk biaya berobat. Karena sekarang kantor Mas Met sudah tak lagi meng-cover biaya program hamil. Tapi tak apa, selama niat kami sudah bulat, pasti akan ada jalan untuk mewujudkannya. Kami sepakat untuk mulai program hamil di 2016.

Kesehatan harus diutamakan. Apalagi sebelum menjalani program bayi tabung. Sebisa mungkin aku ingin menjaga badan agar fit dan ga rentan terkena penyakit. Memasuki awal 2016 kesehatanku sedikit menurun. Sinus yang aku derita bertahun-tahun akhirnya membuat segala aktivitasku terganggu. Aku memutuskan untuk mengikuti saran dokter THT agar dilakukan operasi kecil guna menghentikan sinusku ini.

Baca juga: 4 hari 3 malam di rumah sakit

Ternyata perjuangan untuk kembali memulai program hamil tidaklah semudah yang aku bayangkan. Beberapa tahun yang lalu, saat menjalani program hamil yang pertama mungkin aku tak perlu dibayangi oleh bayangan menakutkan akan dampak dari obat-obat hormon yang akan aku minum. Saat itu aku masih naif dan belum berpengalaman. Tapi kali ini aku tahu apa yang akan terjadi dengan badanku. Mood swing, berjerawat, berat badan naik adalah beberapa hal yang mungkin akan aku alami ketika mulai mengkonsumsi obat-obat hormon. Tapi dampak yang paling aku takutkan adalah terkena kanker payudara. Ada beberapa temanku yang berakhir dengan kanker payudara akibat mengkonsumsi obat hormon yang berlebih. Mau tak mau aku pun harus mempertimbangkan resiko itu.

“Ah lebay!”  “Kebanyak baca sih.” Itu beberapa komentar yang aku dengar saat aku menjawab pertanyaan “Kapan mulai program hamil lagi?” dengan jawaban aku masih takut akan efek obatnya. Mungkin mereka yang berkomentar seperti itu beranggapan tak perlu memikirkan hal-hal negatif, berpikirlah positif bahwa semua akan baik-baik saja. Mungkin itu benar. Tapi mereka juga lupa, kalau sampai hal-hal yang tak diinginkan terjadi bukan mereka yang akan merasakannya, tapi aku dan Mas Met.

Beruntung aku memiliki suami seperti Mas Met yang senantiasa menenangkan perasaanku. Dia tak pernah memaksa. Dia pun tak pernah memberikan pandangannya. Dia hanya berkata, “Kapan pun kamu siap aja.” Karena bagi dia, meski pun program hamil ini kami jalani bersama tapi akulah yang paling akan merasakan semunya. Terimakasih Mas atas kesabaranmu menanti aku siap.

Lagi-lagi aku menemui rintangan baru. Alih-alih mendapat lampu hijau untuk lanjut ke tahap bayi tabung, aku malah harus mendapatkan vonis polyp yang memenuhi rahimku. Lagi-lagi aku harus menjalani sebuah operasi kecil menejalang pertengahan tahun 2016.

Baca juga I had hysteroscopy on Tuesday

Alhamdulillah proses hysteroscopy berjalan lancar. Operasi keduaku ini jauh lebih ringan. Tak ada acara nginep-nginep di rumah sakit. Proses recovery pun relatif lebih cepat. Dokter Sigit menyarankan sebaiknya bayi tabung dilakukan secepatnya. Mungkin setelah lebaran (mengingat saat itu mendekati bulan puasa). Beliau mengerti kalau pastinya aku ingin fokus beribadah dulu. Tapi aku mendapat kabar kalau adik iparku akan menikah. Aku ingin hadir di sana saat dia menikah nanti. Akhirnya hasil rembukan dengan doter Sigit, bayi tabungnya dimulai setelah aku selesai pulang kampung aja. Senangnya punya dokter yang pengertian.

Hari pertama mens setelah mudik. Aku pun menelepon RS Abdi Waluyo untuk bikin janji temu dengan dokter Sigit. Untuk program hamil memang baiknya dimulai antara h1-h3 saat menstruasi. Meski ga mulus, bulan Sepetember 2016 aku jalani dengan kencan bersama dokter Karel dan obat-obat hormon. Sampai akhirnya proses bayi tabung pun selesai aku jalani. Aku tinggal menanti hasilnya.

Baca juga My IVF story

2 minggu setelah embrio transfer, aku kembali kontrol. So far so good. Memang kantung janin belum terlihat karena masih terlalu dini. Tapi kondisi lainnya terlihat bagus. Tak henti-henti aku mengucap rasa syukurku kehadirat Allah swt. Mungkinkah kali ini mimpi aku akan terwujud. Benarkah akhirnya aku akan memiliki kembar tiga yang memang selalu aku inginkan? Apalagi perkiraan kelahiran mereka hanya berjarak 3 hari dari hari ulang tahunku sendiri. It really is a dram come true.

Tapi ternyata mereka bertiga bukanlah rejekiku. Aku harus mengikhlaskan kepergian mereka yang rasanya begitu cepat. Kontrol kedua tak nampak tanda-tanda kantung janin. I lost them. Jani tidak berkembang. Begitu yang dijelaskan oleh dokter Sigit. Aku menahan diri untuk tak meneteskan air mata semata ingin terlihat tegar dimata Mas Met. Aku tahu dia pun sedih dan patah hati.

Cerita akhir tahun 2016

Kami kembali terluka. Kami kembali berduka. Meski rasanya hatiku hancur, aku tetap bersyukur aku masih sempat merasakan kehadiran mereka. Aku sempat melihat wujud mereka saat menjadi embrio.

Aku tahu kesedihan ini tak akan selamanya. Aku tahu perlahan-lahan waktu akan menyembuhkan luka dalam hati aku dan Mas Met. Kami pernah menjalani semua ini. Kami hancur dan akhirnya bangkit lagi. Meski sebenarnya luka itu tak pernah benar-benar pergi. Saat ini kami hanya butuh waktu. Kami akan mengubur mimpi kami ini untuk sementara waktu, hingga suatu saat nanti kami pulih dan siap untuk kembali berjuang meraihnya kembali. Sementara waktu, ijinkan kami membangun mimpi-mimpi baru untuk menyembuhkan luka kami.

Cerita akhir tahun 2016

Selamat tahun baru semuanya! Semoga kalian bisa mewujudkan mimpi-mimpi kalian!

dianravi.com

About The Author


dianravi

Dian Safitri, travel and lifestyle blogger muslimah yang berdomisili di Jakarta, Indonesia. Pecinta kopi dan makanan. IVF Surviver.

3 Comments

  1. Teh Dian, hidup itu pilihan memang benar. Pilihan untuk menentukan sikap yang tepat pada apapun yang terjadi dalam hidup kita.

    Nikmat bisa ditanggapi sebagai hadiah dari Allah, tapi dilain sisi bisa jadi itu adalah ujian. Apakah kita akan lalai dan tergelincir dalam kesombongan.

    Ujian bisa ditanggapi sebagai teguran dari Allah, tapi disisi lain bisa jadi itu adalah bentuk kasih sayang Allah supaya kita berhenti sejenak dari abisiuitas(?). Sehingga kita bisa instropeksi dan melakukan preparasi lebih matang untuk fase lain di kehidupan yang penuh berkah ini (amin).

    Yang saya pribadi percayai, apapun yang terjadi, manis pahit kehidupan. Sebijak-bijaknya kita mengambil hal positif/hikmah nya.

    Mungkin saya terdengar sangat menggurui (maafkeun, hehe). Bisa jadi Allah memberi teteh waktu lebih untuk mengaktualisasikan diri dan eksplorasi hal-hal yang seorang ibu beranak sulit untuk melakukan.

    SEMANGAAAAATTTTTT!!!!!!
    Ikut senang teteh punya suami seperti mas Met, semoga selalu dalam lindungan Allah 🙂

Leave a Comment