Ask not what your country can do for you, ask what you can do for your country.
– John F. Kennedy
Assalamu alaikum,
Gelisah aku menatap jam yang berada di dashboard mobil. Sudah lebih dari setengah jam aku terjebak di dalam tol. Sementara tujuanku sendiri masih cukup jauh. Sudah menjadi rahasia umum kalau Jakarta identik dengan kemacetan. Aku mengalihkan pandangan pada jalanan. Seharusnya ini adalah jalan bebas hambatan, tapi kecepatan maksimal hanya sekitar 30 Km/jam. Gimana nasib jalanan yang bukan tol? Kenapa Jakarta menjadi semacet ini? Siapakah yang harus disalahkan? Adakah cara agar kemacetan Jakarta bisa berkurang? Aku bertanya-tanya dalam hati.
“Tin tin…” Terdengar klakson-klakson saling bersahutan. Rupanya orang-orang mulai tidak sabaran menghadapi kemacetan. Mungkin orang-orang ini sudah terlambat, sehingga kesabaran mereka pun mulai berkurang jauh. Apa sih yang menyebabkan kemacetan yang hampir setiap saat terjadi di ibukota ini? Jumlah kendaraan yang terlalu banyakkah? Jalanan yang dirasa masih kurang banyak? Pengguna jalan yang tidak tertib? Atau karena kinerja Polantas masih kurang tegas? Mungkin semua itu benar. Lantas siapa yang harus disalahkan? Apa yang harus dilakukan?
Aku menyalakan lampu sen kiri, tanda akan keluar pintu tol. Berharap kemacetan akan berkurang di luar jalur tol. Nyatanya? Tidak. Kemacetan yang kurang lebih mirip masih harus aku hadapi. Malah di jalur non tol aku harus berhadapan dengan kendaraan umum yang berubah-ubah jalur sesuka hatinya juga kendaraan roda dua yang senang sekali berselap-selip diantara antrian kendaraan roda empat.
Tiba-tiba alam imajinasi ku menggiringku pada pemandangan ibu kota yang lain. Jalanan terasa lebih lancar. Jumlah kendaraan rasanya tidak sebanyak tadi. Kendaraan umum semua berada di sisi kiri jalan, dan… Hey! Mereka tertib sekali menaikkan dan menurunkan penumpang hanya di halte yang disediakan. Kendaraan umum lainnya pun tampak sudah ada, seperti monorel dan busway tampak lalu lalang. Para pengemudi roda dua pun rasanya tidak terlalu selap-selip. Dan semua yang aku lihat menggunakan helm. Tampak di depan ku seorang Polantas sedang mengatur jalan. Mukanya tampak ramah penuh senyuman. Mungkin ini akibat dari jalanan yang lancar. Pekerjaan Polantas pun meski terkena terik matahari tapi tidak menguras emosi seperti ketika jalanan yang sulit diatur. Aku kembali pada masa kini. Jalanan ibu kota yang jauh dari ramah. Mungkin seharusnya diperlukan kerja sama yang baik antara Polantas, pemerintah, juga masyarakat agar mengurangi kemacetan di ibukota. Ada baiknya dibikin peraturan mengenai umur kendaraan agar jumlah kendaraan di ibukota berkurang. Edukasi mengenai peraturan lalu lintas pun harus lebih disebar kepada masyarakat pengguna jalan raya. Agar mereka lebih tertib. Budaya taat peraturan hanya karena takut ditilang harus dihapus. Yang diperlukan adalah kesadaran keselamatan terhadap diri sendiri juga kendaraan lain saat berkendara. Dan Polisi Lalu Lintas harus bisa lebih tegas lagi terhadap para pelanggar.
Kendaraan ku akhirnya memasuki pelataran parkir. Hampir dua jam waktu yang ditempuh dalam perjalan rumah ke kantor. Semoga kemacetan Jakarta bisa segera teratasi. Semoga jalanan yang lancar tadi bukan hanya akan jadi imajinasi semata. Sementara ini biarlah aku menjalankan peranku sebagai warga negara yang baik, berusaha untuk taat pada peraturan.
Dirgahayu Polisi Lalu Lintas! Semoga lalu lintas semakin tertib. Semua pihak sadar dalam perannya masing-masing untuk ikut bantu melaksanakan ketertiban di jalan raya. Tidak ada lagi suap-menyuap. Sehingga kepercayaan terhadap Polisi semakin terjalin.
***Ditulis dalam rangka mengikuti Lomba Bloging Dilantas PMJ 2015***