Villa Isola, Kenangan Masa Kecil dan Cerita Sejarah

Bismillahirohmanirohim,

tra.di.si

adat kebiasaan turun-menurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat.

-KBBI

Salah satu tradisi yang masih aku jalani tentu saja tradisi mudik saat menjelang lebaran. Dari kecil sampai sekarang, setiap menjelang lebaran aku selalu mudik ke Bandung, ke rumah kakek nenek dari mamaku dan merayakan idulfitri hari pertama bersama keluarga besar dari mamaku. Kebiasaan lainnya adalah, aku selalu mengikuti kebiasaan almarhun kakekku untuk shalat ied di hotel miliknya. Kebiasaan itu terus aku jalani, meski kakekku sudah meninggalkan kami semua lebih dari 5 tahun lalu. Tapi kebiasaan itu terpaksa kami ubah tahun ini, karena hotel tempat biasa kami shalat ied sudah bukan lagi milik keluarga kami sejak beberapa bulan yang lalu. Sedih? Tentu saja. Yang namanya mengubah kebiasaan tidaklah mudah. Bahkan nenekku masih  bolak-balik bertanya apakah kami akan shalat di hotel seperti biasanya saat kami pamit untuk berangkat shalat ied pagi itu.

Tentu saja, selalu ada sisi positif lainnya dalam segala apabila kita mau mencarinya. Tahun ini untuk pertama kalinya aku, mama, dan Mas Met menikmati shalat ied di Masjid Al Furqon, yang berlokasi di komplek UPI. Komplek UPI ini sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi aku, karena saat tinggal di Bandung waktu masih duduk di bangku SD, wilayah ini adalah tempat aku biasa bermain.

Lebaran ini aku berhalangan untuk ikut shalat ied. Jadi ketika mama dan Mas Met melangkahkan kaki menuju masjid, aku justru berjalan berlawanan arah. Sambil menunggu shalat ied dimulai, aku ingin bermain sejenak ke Villa Isola, salah satu bangunan cagar budaya yang juga berada di komplek UPI.

Bagi yang sering atau pernah ke main ke arah Lembang melintasi jalan Setiabudi, bangunan Villa Isola ini akan nampak di sisi kiri jalan. Bangunan berwarna putih bergaya art deco dengan tulisan “Bumi Siliwangi”. Iya, benar, bangunan itulah yang disebut Villa Isola.

Dengan napas sedikit ngos-ngosan akibat jalanan yang menanjak aku memulai tur Villa Isola ini dari taman yang berada di belakang bangunannya. Waktu kecil, aku cukup sering bermain di sini. Bahkan aku belajar mengendarai sepeda untuk pertama kalinya pun di tempat ini. Sudah cukup lama aku membayangkan untuk kembali ke tempat ini, sekedar mengenang masa kecil sambil mengumpulkan bahan tulisan. Dalam bayanganku taman ini adalah tempat yang cantik untuk berpoto-poto. Aku benar, taman ini memang cantik, tapi tidak menyenangkan kalau hanya ada aku seorang diri.

Aku pun memilih untuk bergegas mendekati pintu belakang Villa Isola. Pintu putih dengan kaca berwarna hijau itu seolah menyambutku. Sebagai pecinta foto pintu, tentu saja aku tak bisa menolak untuk mengabadikannya. Sayang aku seorang diri, kalau ada teman, pasti aku akan meminta untuk mengambil gambarku dengan latar pintu itu. Di samping bangunan, terdapat sebuah prasasti yang menjelaskan sedikit sejarah bangunan yang kini menjadi gedung rektorat UPI ini:

Dari belakang gedung, aku pun beranjak menuruni anak tangga menuju bagian depan gedung. Bangunan putih berlantai tiga ini tampak megah bila dilihat dari depan. Sudut bangunan melengkung membentuk seperempat lingkaran. Apabila kita turun lebih bawah lagi, bangunan ini akan semakin cantik untuk diabadikan dengana adanya taman dan tulisan ISOLA tepat sejajar dengan gedung.

Sayup-sayup aku mendengar panggilan shalat ied akan segera dimulai. Aku pun bergegas turun mendekati masjid. Siap untuk menyimak khutbah ied pagi itu.

Kemegahan Villa Isola, Saksi Sejarah Bumi Siliwangi

Bangungan yang dibangun pada tahun 1933 ini bukan semata-mata bangunan tua saja. Tapi Villa Isola memiliki nilai sejarah. Di rancang oleh Prof. Charles Prosper Wolf  Schoemaker, Villa Isola ini diselesaikan hanya dalam kurun waktu 6 bulan saja sejak peletakan batu pertamanya, Oktober 1932 – Maret 1933. Namun meski begitu, villa megah seluas 12.000 meter baru diresmikan pada 18 Desember 1933.

Dominique William Berrety, sosok dibalik berdirinya Villa Isola ini. Di saat dunia mengalami krisi global sekitar tahun 1930’an, pria yang disebut-sebut sebagai raja media pada saat itu justru tidak ikut terkena imbasnya. Ia mampu membangun sebuah villa mewah yang disinyalir menghabiskan dana sebesar 500.000 gulden (sekitar 250 milyar rupiah).

Bangunan ini semula diberi nama “M’Isola E Vivo” yang artinya menyendiri dalam bertahan hidup. Tak heran bila mengingat pada saat itu, bangunan mewah ini terletak terpencil. Hanya ada kebun-kebun dan tanah kosong saja di sekitarnya.

Namun nahas, Berrety, pria yang berdarah Jawa-Itali ini meninggal dunia pada 20 Desember 1934, akibat kecelakaan pesawat dalam penerbangan yang membawanya dari Amsterdam menuju Batavia. Setelah Dominique meninggal, Villa Isola ini dibeli oleh Savoy Homan, dan menjadi bagian dari hotel tersebut.

Pada masa perang kemerdekaan, Villa Isola tidak luput menjadi saksi bisu perjuangan. Bangunan ini sempat menjadi markas bagi tentara Jepang, juga markas bagi tentara Indonesia. Baru pada 20 Oktober 1954, Villa Isola ini diserahkah oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjodjo kepada Menteri Pendidikan, Muhammad Yamin, sebagai gedung utama Perguruan Tinggi Pendidikan Guru hingga sekarang. Prasasti ini bisa dilihat di halaman belakang Villa Isola.

Tidak selamanya memang perubahan itu menyedihkan. Walaupun awalnya aku sedih karena harus mengubah tradisi yang diajarkan oleh almarhum kakekku, tapi aku cukup senang jadi bisa kembali mengenang Villa Isola ini. Masih banyak yang ingin aku cari tahu soal Villa Isola ini, seperti seandainya bisa aku ingin masuk ke dalam bangunanannya. Aku pun masih penasaran dengan sosok Dominique William Berrety  yang katanya akan mengingatkan kita pada tokoh Gatsby. Mungkin suatu saat nanti aku akan mencari tahu lebih jauh lagi.

Kalian ada yang pernah main-main ke Villa Isola juga? Atau punya cerita gedung tua sendiri? Ayo share. Siapa tahu aku penasaran dan ingin main-main juga.

#ODOP, #BloggerMuslimahIndonesia, #ODOP2

About The Author


dianravi

Dian Safitri, travel and lifestyle blogger muslimah yang berdomisili di Jakarta, Indonesia. Pecinta kopi dan makanan. IVF Surviver.

16 Comments

    1. Kalau sekedar jalan-jalan di luarnya kaya aku sih terbuka untuk umum, Mbak. Nah untuk masuknya yang enggak bisa, kecuali mungkin bilang mau ketemu rektor ya 😀

  1. Terakhir ke UPI saat ada acara Kompas di fak MIPA. Capek ngikutin Fahmi yang naik turun berasa bebas bisa jalan di pelataran yang diperbolehkan hahaha

  2. Masya Allah cantik sekali villa nya kak, pemandangannya juga indah.. ^^
    Ayo ke Bogor kak, nanti aku ajak ke Villa Soeharto yang terbengkalai di gunung Salak..

  3. keren banget villa isolanya mbak Dina, penuh dengan sejarah. pas baca bumi siliwangi aku jadi teringat KOMPI Siliwangi. hehehe
    btw, itu masih jadi gedung rektorat UPI ya?

  4. Kemaren sempat main kesini, tapi cuma menjelajah bagian depan doang. Udah capek mau eksplor gegara mau pergi ke daerah lembang tapi macetnya nggak ketulungan, hehe… 🙂

Leave a Comment