Bismillahirohmanirohim,
Sudah pada sarapan? Aku belum dong. Aku memang bukan tipe yang suka sarapan. Sarapan ala aku ketika di rumah biasanya cuma kopi sasetan lebih dari 2 cangkir. Enggak baik buat kesehatan. Jangan ditiru ya. Karena sarapan itu penting, jauh lebih penting dari makan siang harusnya. Eh tapi kalau hari libur aku justru sarapan, karena nemenin Mas Met dan orang rumah lainnya.
Kalau pun ada acara di luar rumah aku tetap jarang sarapan. Biasanya sih akan berakhir dengan brunch, makan jam 11 siang gabungan sarapan dan makan siang. Tapi waktu mau datang ke Pre Sale BBW kemarin aku sarapan yang beda dari pada biasanya.
Baca juga: Shopping at Big Bad Wolf Books Sale and How To Survive it
Waktu mau ke Pre Sale BBW itu aku sama Tiwi janjian di stasiun Tanah Abang, jadi aku nebeng Mas Met sampai kantornya. Tinggal sambung bajaj ke Tanah Abang. Mas Met ini juga biasanya jarang sarapan. Tapi kalau aku ikut ke kantornya dia suka tahu-tahu ngajakin aku sarapan bareng dulu. Biasanya sih dia ngajak sarapan mie ayam langganan dia waktu masih ngekos yang ada di Budi Kemuliaan.
Sudah berpikir akan diajak ke Mie Ayam Ismo lagi (suatu saat kalau mood bakal aku tulis soal mie ayam kenangan ini), tahunya Mas Met melangkah ke arah yang lain, meuju ke jalan Sabang. Eh mau sarapan di mana ini? Kirain bakal diajak jajan kaki lima lainnya sambil nostalgia jaman kuliah (dulu kampus aku di Kebon Sirih, jadi tiap pagi pasti jalan-jalan di Sabang nyari makanan), tahunya Mas Met masuk ke salah satu toko dengan cat warna pink di bagian luarnya.
Sarapan Cantik di Kopitiam Oey
“Di sini bisa sarapan juga kok,” begitu kalimat yang keluar dari mulut Mas Met ketika aku menyadari kemana Mas Met membawa aku, sebuah kedai kopi yang cukup beken milik Pak Bondan. Ini bukan pertama kalinya aku mengunjungi Kopitiam Oey, di dekat rumahku ada juga cabangnya, dan beberapa tahun lalu aku juga pernah makan siang sore di Kopitiam Oey yang berada di jalan Haji Agus Salim no 16 A ini. Tapi untuk sarapan, inilah pertama kalinya aku sarapan cantik di Kopitiam Oey.
Bayangan aku kalau masih pagi pasti sepi. Tapi begitu aku membuka pintu dan melangkah masuk ke dalam kedai kopi dengan suasana peranakan itu, justru ternyata cukup ramai. Hanya tinggal beberapa meja saja yang masih kosong. Aku mengajak Mas Met duduk di pojok, dengan begini aku bisa leluasa memoto suasana.
Aku selalu suka di kopitiam, tema peranakan ini selalu jadi tema favorit aku. Sama seperti aku jatuh cinta sama Lasem. Vintage is always my favorite. Tapi kalau vintagenya itu tema peranakan Tionghoa, maka aku akan kasih emoticon mata lope lope yang panjang.
Baca juga : Tiongkok Kecil itu Bernam Lasem
Kopitiam atau kopi tiam adalah kedai kopi dan sarapan tradisional di Malaysia dan Singapura. Istilah kopitiam berasal dari gabungan kata kopi (bahasa melayu) dan kata tiam yang berarti kedai dalam bahasa Hokkien.
Source: Wikipedia
Masih terekam dalam ingatan aku beberapa tahun lalu ketika kopitiam-kopitiam mulai menjamur di Indonesia, Pak Bondan selaku salah satu pengusaha yang membuka Kopitiam Oey ini dengan gencarnya menjelaskan perihal kata kopitiam. “Kopitiam itu kedai kopi, nama dibelakangnyalah yang merupakan merk.” Bukan tanpa alasan Pak Bondan gencar menjelaskan soal ini. Karena ada sebuah kedai kopi yang menggunakan nama kopitiam juga tengah menggugat kedai-kedai kopi yang menggunakan nama kopitiam, karena merasa nama kopitiam itu adalah bagian dari merk-nya dia. Tapi itu kasus lama. Sekarang ini semuanya sudah berdamai.
So, What’s For Breakfast?
Menu sarapan yang ditawarkan di Kopitiam Oey ini lumayan beragam. Mulai dari tema roti, nasi, sampai mie ada di sini. Aku bingung. Awalnya pengen roti bakar, kemudian pengen mie ayam, eh tapi kok aku pengen nasi tim juga. Mesti gimana coba ini? Masa makan semuanya. Maruk sekali. Gagal diet nanti yang ada.
Untung ketika akhirnya mbak pramusaji-nya datang,aku sudah memutuskan mau makan apa. Nasi tim ayam petak sembilan untuk aku dan mie ayam buat Mas Met. Minumnya sih aku engga bingung, karena sudah pasti aku bakal pesan kopi hitam (pahit karena hidup aku sudah terlalu manis) dan Mas Met tumben memilih capucino dingin.
Mari sarapan kawan!
Jadi berapakah yang harus dibayar untuk sarapan kami pagi itu? Yah harganya cafe-lah kurang lebihnya. Aku sengaja melipir menjauh dari kasir dan membiarkan Mas Met saja yang membayar sarapan kami. Kan uang aku mau dipakai buat borong buku. Semoga saja Mas Met enggak kapok ngajak istrinya sarapan di luar rumah lagi.
Belum pernah nih aku makan di Kopitiam sama skali. Ah, jadi pengen mencoba
harus nyobain nich kopi tiamnya
Di sini juga sudah ada Kopitiam Oey tapi dari dulu orang taunya kopitiam aja yang terkenal di sini