Bismillahirohmanirohim,
“Senang enggak liburannya?” tanya Mas Met, saat kami kembali di rumah setelah melakukan perjalanan selama seminggu jalur darat.
Aku menunjukan senyum terlebarku, “Puas banget! Lihat ini deh, kita punya foto-foto bagus banyak. Senang banget lihatnya.” Aku menyodorkan kamera kesayanganku pada Mas Met menunjukkan foto-foto yang kami ambil selama road trip kemarin.
“Lah, kok indikator senangnya dari foto sih?”
Aku juga bingung, entah sejak kapan aku mengukur kepuasan dari liburan dengan melihat foto-foto selama liburan itu. Kalau foto-fotonya banyak dan bagus-bagus, lebih lagi banyak foto aku berdua Mas Met, maka bisa dipastikan aku bahagia dengan liburan kami. Tapi kalau foto-fotonya cuma sedikit, jarang ada foto kami berdua, atau malah tidak ada, maka aku pasti akan kembali murung sampai di rumah. Tak jarang malah aku akan dirundung penyesalan dan minta pergi ke tempat yang sama lagi.
Aneh. Mungkin itu yang terlintas dipikiran kalian ketika membaca tulisan ini. Tiap orang pasti punya indikator sendiri untuk mengetahui tingkat kebahagiaannya. Tingkat kepuasannya terhadap susatu hal. Nah buat aku, indikator kepuasaan dari sebuah perjalanan adalah foto-foto yang keren.
Perkenalanku dengan kamera dimulai sejak aku masih kecil. Namun baru saat kelas 2 SD aku berhasil punya kamera sendiri. Saat itu tentu saja masih kamera analog yang harus pakai film. SD, SMP, SMA, aku selalu menjadi orang yang bawa kamera di setiap acara sekolah. Banyak foto teman-temanku di dalam album fotoku. Sayangnya hampir tidak ada foto aku. Dulu aku adalah sosok yang malu untuk tampil di depan kamera untuk berpose. Tapi apa yang aku rasakan saat ini? Menyesal. Harus aku akui, kalau ternyata ada rasa sesal karena aku tak pernah mau ikut berfoto bersama teman-teman saat itu.
Saat awal kameraku mulai beralih dari analog ke digital pun aku masih tetap jarang berfoto. Aku masih menjadi sosok dibalik layar. Untungnya aku berkenalan dengan seorang teman yang mengajarkan aku untuk terbiasa di depan kamera. Temanku ini memang senang sekali difoto. Usut punya usut dari kecilnya bahkan ia baru mau mandi sore kalau sudah dipoto terlebih dahulu oleh ayah ibunya. Perilaku yang bertolak belakang sekali denganku.
Pelan-pelan aku pun mulai membiasakan diriku untuk berfoto sampai akhirnya mulai suka selfi. Aku seolah ingin menggantikan semua momen yang terlewatkan karena tidak ikut berfoto selama ini.
“Memangnya kalau kamu punya foto-foto bagus terus mau diapain? Paling cuma disimpan di memori laptop aja dan dipamerkan di media sosial kan?” tuding Mas Met ketika aku membahas soal obsesiku terhadap foto-foto.
Huh! Sembarangan! Tudingan yang sangat salah. Aku kan enggak seperti dia pecinta fotografi yang kemudian hanya membiarkan foto-fotonya hanya tersimpan di memory kamera saja. Kalau aku justru senang sekali bisa mencetak foto-foto itu. Apalagi sekarang untuk mencetak foto tidak perlu repot, cukup mengeprintnya dengan printer epson yang selalu menanti kedatanganku setiap aku pulang dari liburan.
Jaman memang semakin canggih ya. Dulu jaman masih pakai kamera analog, rasanya butuh proses panjang (dan mahal) untuk sebuah foto. Harus beli filmnya dulu, masangnya pun harus dipastikan benar. Setelah mengambil foto kita enggak bisa lihat langsung hasilnya, masih harus ada proses mencetak klise dan foto yang hanya bisa dilakukan di tempat tertentu. Sekarang, aku tinggal melihat fotonya di laptop, memastikan settingan print dan sesekali mengeditnya bila perlu, dan cetak menggunakan printer epson. Semua itu cukup dilakukan di rumah, dengan modal kertas foto, tinta, dan pastinya printer epson.
Foto itu harus dicetak, baru bisa dinikmati. Itu seninya.
-Keiko, Winter In Tokyo Movie
Aku sependapat dengan kalimat Keiko di film Winter In Tokyo itu. Foto itu memang harus dicetak untuk dinikmati. Saat ini sih aku baru sebetas mencetak dan memajangnya dalam pigura saja. Old fashion. Padahal sekarang ini banyak cara untuk memajang foto, tidak perlu terbingkai dalam pigura saja.
Hasil mengamati di Pinterest ternyata banyak banget ide untuk mengkreasikan foto kita. Enggak mesti terpigura cantik saja. Ada beberapa ide yang aku suka, dan insya Allah ingin aku coba. Yuk simak apa aja list-nya:
1. Scrapbook
Sudah lama banget suka sama scrapbooking, sejenis album kenangan yang bukan hanya memuat foto tapi segala hal yang berhubungan dengan kenangan, kaya tiket, kliping, dan lain-lain. Makanya aku selalu menyimpan semua lembar tiket masuk wisata. Tapi dasar pemalas, sampai sekarang masih belum aku kerjakan.
2. Magnet Foto
Cetak foto di kertas magnet. Terus foto-foto itu bisa menghiasi kulkas kita. Cantik deh. Untuk mencetaknya enggak perlu repot, karena kertas magnet ini bisa digunakan untuk printer epson juga.
3. Grid Photo Wall
Aku mendapatkan ide ini ketika sedang berselancar di Pinterest. Kayanya seru banget kalau memenuhi satu sisi dinding dengan foto-foto kita. Proyek yang ini sedang aku mulai. Tapi baru sebatas mencetak foto-fotonya dulu.
4. Canvas Foto
Percaya enggak, canvas foto itu bisa dikerjakan sendiri loh ternyata. Bahan yang diperlukan canvas, Mod Podge (sejenis lem yang digunakan untuk tehnik decoupage), dan kuas busa. Caranya pun gampang, tinggal lapisi canvas dengan Mod Podge, pasang foto diatas gambar, dan kembali lapisi gambar dengan Mod Podge.
5. Traveler Notebook
Ini semacam jurnal perjalanan, tapi bisa juga jurnal segala rupa sih. Nah biar makin cantik dilihat ketika mau baca-baca bisa dihiasi dengan foto juga.
6. Gunakan pintu tua sebagai tempat memajang foto
Aku melihat ini di sebuah pameran foto instagram beberapa tahun lalu. Cantik ya! Bisa digunakan sebatas pembatas pemisah ruangan juga. Foto-foto yang di kita cetak tak harus selalu dalam bentuk 4R atau sejenisnya, tapi bisa juga bentuk square seperti format foto instagram.
Nah, itu tadi beberapa list yang selalu ingin aku lakukan dengan foto-foto traveling. Kalau kalian biasanya foto-foto liburan diapakan? Apa cuma untuk dipamerkan di media sosial saja? Yuk coba ceritakan.
Betul mba foto supaya bisa dinikmati harus di cetak, dan saya baru kepikiran karena selama foto menarik dan keren saya hanya menjadi penghias gallery handphone