Bismillahirohmanirohim,
Warna langit perlahan mulai berubah. Biru menuju jingga. Senja akan segera tiba di Jakarta. Pria di yang duduk di depanku menatap aku ketika tengah menegak air mineral yang baru saja aku beli. “Sudah?” tanyanya. “Buruan yuk. Magrib terus kita ke panggung utama.” Aku menghabiskan minumanku sambil memastikan tidak ada barang yang tertinggal sebelum aku bangkit menuju musola.
“Ih, udah rame gitu yang mau nonton, Yang,” seruku kala melewati kerumunan orang di dekat area panggung utama PRJ.
“Makanya aku ngajak buru-buru. Abis salat kita langsung ke sini. Belum dibuka kok gerbangnya juga. Kan acaranya jam 9 malam.”
Sesuai perintah pria itu, aku pun mempercepat langkahku menuju mushola, melaksanakan kewajiban aku pada Sang Pencipta, dan bergabung dengan entah berapa banyak orang yang tengah menanti puncak acara penutupan Pekan Raya Jakarta 2017.
Padat. Kata itu mewakili bagaimana kondisi malam itu. Jam baru menunjukkan pukul 7 lewat, tapi aku sudah harus merasakan berdesakkan bersama penonton lainnya yang tak sabar menanti gerbang menuju area panggung dibuka. Semua terlihat tak sabar. Pria kesayangan aku itu menawarkan menonton secara eklusif dari sebuah tempat makan. “Biar tak perlu berdesakan,” kilahnya. Tapi tentu saja aku menolak tawaran itu.
Apa serunya menonton pertunjukan musik dengan duduk manis. Not fun. Begitu kataku selalu. Buat aku justru kenikmatan menonton pertunjukan musik terletak pada berdiri dan berdesak-desakan. Lelah pasti. Tapi euforia dari penonton lainnya akan membuat rasa capek itu terlupakan.
Pria itu tertawa melihat cara aku menolak tawarannya. Aku tahu, sebenarnya ia pun lebih menikmati berada di kerumuman banyak orang dan dekat dengan panggung. Tawaran tadi hanya karena mengkhawatirkan diriku saja.
Menjelang pukul 7.30 akhirnya gerbang dibuka. Aku terdorong ke arah panggung. Terpisah dari pria yang dari tadi selalu mendampingiku. “Jangan dorong-dorong dong,” terdengar beberapa rintihan teriakan dari sekitar aku. “Woy! Sabar!” kali ini petugas keamanan yang berteriak. Aku membiarkan diriku mengikuti arus sambil berdoa segalanya akan baik-baik saja. Tak membutuhkan waktu lama, aku sudah berada di dalam area konser. Aku pun mencari tempat terbaik untuk menikmati panggung.
“Sini!” tiba-tiba aku mendengar suaranya kembali memerintahkan untuk ke sisi kanan panggung. Di bagian tengah memang sudah cukup ramai. Tak mungkin aku bisa masuk ke paling depan. Akhirnya aku pun mengikuti perintahnya, menonton dari samping.
Larut Dalam Kenangan Bersama Sheila on 7
The Rain dan Sheila on 7 akan tampil di acara penutupan Pekan Raya Jakarta 2017 malam itu. Dua band itu sama-sama berasal dari Jogja. Tapi tentu saja Sheila on 7-lah yang menjadi alasan aku hari itu mengunjungi area Kemayoran sejak pagi hari itu.
Rangkaian acara demi acara akhirnya dimulai. Undian, penghargaan, sampai kembang api berlangsung berurutan. Aku semakin tak sabar menanti grup idola aku tampil. Sepertinya aku tak sendiri. Teriakan-teriakan yang meminta Sheila on 7 segera hadir pun mulai berkumandang.
Sampai akhirnya menjelang pukul 11 malam akhirnya sosok yang sudah sangat akrab di mataku itu terlihat di atas panggung. Itu mereka! Mataku membelalak. Rasa kantuk yang sempat melanda mendadak hilang.
Ketika Duta mulai menyanyikan lagu-lagu yang diciptakan oleh Eros, aku pun mulai ikut berdendang sambil membiarkan segala kenangan lama muncul kembali ke permukaan.
Aku, Dia, dan Sheila on 7
Teman-teman dekatku tahu sekali betapa aku sangat mengidolakan grup band yang satu ini. Hampir dalam setiap perjalanan di kendaraan aku akan meminta Mas Metra untuk memutarkan lagu-lagu Sheila on 7. Aku tak punya lagu favorit, bagi aku semuanya istimewa. Karena rasanya kisah aku dan Mas Met berjalan sebagaimana lagu-lagu Sheila on 7 berkembang.
Tak jarang yang tahu. Ketika awal-awal grup Sheila on 7 mengeluarkan single Kita, aku termasuk salah satu diantara orang-orang yang mencibir dan berkata, “Enak sih lagunya. Tapi kayaknya grupnya enggak akan lama deh.” Entah berapa banyak pasang mata yang melotot tajam ke arah aku ketika aku berkata seperti itu. Dari awal Sheila on 7 mengeluarkan album, memang sudah banyak yang langsung jatuh cinta pada grup ini.
Jangan salahkan aku bila saat itu aku belum ter-Sheila on 7-kan. Saat itu aku masih senang-senangnya mendengarkan lagu beraliran Ska dan menari pongo dari pensi ke pensi.
Baru ketika aku berkenalan dengan Mas Metra, aku mulai larut dalam lagu-lagu Sheila on 7. Ketika ia tengah rajin menelepon aku menjelang dini hari, tak jarang lagu-lagu Sheila on 7 menemani percakapan kami hingga adzan subuh berkumandang.
Benar juga kata pepatah orang Jawa, witing tresno jalaran soko kulino. Cinta akan datang karena terbiasa. Seperti kisah aku dan Mas Metra yang terbiasa menikmati percakapan dari malam hingga pagi tanpa peduli aku masih harus berangkat sekolah, begitu juga aku dan Sheila on 7. Hasil doktrin tiap hari dari Mas Metra membuat aku akhirnya mengkoleksi kaset-kaset Sheila on 7.
Lagu-lagu ciptaan Eros yang mengarah pada hubungan yang lebih serius di album 07 Des mengantarkan aku pada momen dimana Mas Metra meminta aku untuk mendampinginya seumur hidup.
Sometimes the most ordinary things could be made extraordinary, simply by doing them with the right people.
-Nicholas Sparks
Mungkin bagi sebagian orang lagu-lagu Sheila on 7 adalah hal yang biasa. Tapi seperti penggalan kalimat Nicholas Sparks tersebut, lagu-lagu Sheila on 7 menjadi istimewa ketika aku mendengarnya bersama Mas Metra. Bahkan ada saat dimana kami sedang berselisih paham, kami akan memutar lagu-lagu Sheila on 7 dan kembali larut dalam kenangan kami.
Lagu Baru Sheila on 7
Kembali pada malam penutupan PRJ. Aku bedendang menyanyikan lagu-lagu Sheila on 7. Tak peduli betapa falsnya suaraku. Aku hanya ingin bersenang-senang. Aku tak ingat kapan terakhir kali aku melihat aksi mereka langsung di atas panggung. Sudah lama sekali yang pasti. Tapi di mataku rasanya mereka tetap sama. Aksi Duta tetap enerjik persis seperti yang kuingat.
Seakan kebahagiaan aku belum dengan menikmati lagu-lagu Sheila on 7, aku dikejutkan ketika mereka membawakan sebuah lagu baru. Film Favorit. Itu adalah kali pertama Sheila on 7 membawakannya di atas panggung. Senang? Sudah pasti.
Setelah lama tak melihat aksi mereka, tenyata aku malah mendapat kesempatan mendengarkan lagu baru mereka. Terima kasih.
Di setiap ada pertemuan tentu ada perpisahan. Saat Sheila on 7 pamit itu adalah kode untuk aku segera pulang ke rumah.
Tulisan kali ini aku tuliskan besama Enchanting Ladies dengan tema Memutar Hari. Aku tahu 2018 baru saja berjalan beberapa minggu. Tapi aku ingin mengenang satu hari di 2017 yang belum sempat aku kisahkan. Kisah aku, dia, dan Sheila on 7.
Jangan lupa untuk membaca tulisan para wanita pejuang cinta lainnya di sini ya:
Zahrah – Recall 2008, From Alay To Post Alay
Siti Mudrikah – Turn Back Time Memory Saat Awal Ngeblog
Pipit –
Rhoshandhayani – Turn Back Time with Songs
assalamu alaikum,
5 Comments
Add Yours →Bahagia itu….kalau ada lagu2 yang membawa kita pada kenangan terhadap seseorang. Dan orang itu membersamai kita 🙂
Nah kalo lagunya bikin ingat sama yang sudah tiada itu loh :’ rasanya jadi selalu cenat cenut kalo denger lagu itu.
Kupikir……aduh aku gak seberapa tahu lagu SO7, tapi buatku, imej SO7 itu sederhana, gak neko-neko, tapi bisa banget buat orang banyak jatuh cinta. Teh, aku langsung cus ke youtube mau nonton SO7 XDDD
Setiap momment punya ost-nya masing2, sbnarnya malas sekali aku kalo bahas lagu krna ujung2ny nada-nada lagu itu jdi terngiang ditelinga dan pikiran seolah otomatis diputar ulang pada kejadian saat itu.
aku mulai kenal so7 saat smp, sekitar 2002 berarti, lagunya memang bkin semua org jatuh hati.
Mendengar musik sheila on 7 mengingatkan dimana aku tumbuh besar, mengikuti pagelaran musik di sekolah.
Menurutku ini adalah salah satu ritual untuk mengulang kisah klasik.
wah beruntungnya mba bisa liat langsung mas DUta dkk hehe dan pas film favorit dinyanyiin disini aku langsung cari di youtube lagunya enak bener dah semua lagunya s07 emang punya kenangan masing2 🙂
[…] Event tahunan dalam rangka ulang tahun Jakarta ini memang masuk dalam daftar wajib aku kunjungi. Biasanya aku dan Mas Metra akan mengunjungi PRJ di hari terakhir. Bukan untuk berburu diskon sih, tapi karena ingin menikmati pertunjukan Sheila on 7 menutup Pekan Raya Jakarta. […]