Bismillahirohmanirohim,
Jalanan tampak basah ketika kami mulai memasuki kota Solo. Tetesan air yang jatuh ke bumi sesekali masih terlihat meski hujan sudah berhenti. Ada perasaan lega ketika akhirnya kami tiba di kota Solo ini. Setelah lebih dari 12 jam di perjalanan, akhirnya kami pun tiba di destinasi pertama kami. Aku menatap pria dibalik kemudi, rasa letih terlihat di garis wajahnya. Aku pun menggenggam tangannya, memberi kode kalau sebentar lagi perjalanan hari ini akan segera berakhir.
Kota Solo menjadi tempat perhentian kami pertama dalam rute mudik sambil jalan-jalan awal Februari lalu. Sebuah perjalanan yang sebenarnya telah kami rencanakan sejak Desember tahun lalu, namun beberapa kali terpaksa mundur hanya karena sebuah alasan belum dapat cuti.
“Kita kemana ini?” tanya Mas Met.
“Sebentar.” Aku pun segera membuka aplikasi google maps di smartphone-ku, mengetikan kata “Wedangan Pendopo” dalam kolom destinasi. Dalam hitungan detik, google maps mulai mengeluarkan arahan jalan.
Wedangan Pendopo. Terus terang aku baru mendegar nama tempat ini beberapa hari yang lalu lewat seorang teman yang menjawab cuitan aku yang berisi: “Cuma akan sekejap di Solo. Ada Saran buat tempat makan malam minggu besok?”. Ilham sebenarnya memberikan dua rekomendasi tempat makan, Wedangan Pendopo dan Omah Londo. Ketika aku mencari gambar-gambarnya di mbah google, aku langsung suka keduanya. Keduanya sama-sama memberikan kesan jadul, konsep yang selalu mampu membuat aku jatuh hati. Tapi aku hanya punya setengah hari di Solo, itu pun untuk me-recharge enener. Aku harus memilih salah satu, dan karena aku berhasil mendapatkan sebuah penginapan yang berjarak tak sampai 1 km dari Wedangan Pendopo, maka tempat inilah yang akan menjadi tempat makan malam kami.
Beberapa kali aku terlambat menyuruh Mas Met untuk belok ke dalam sebuah gang. Maklum, jalanan sudah cukup gelap. Mas Met mulai terlihat tidak sabar. Aku tahu, dia hanya lelah bercampur lapar. Setelah sedikit berputar-putar, akhirnya mobil putih kami pun masuk ke sebuah gang. Aku pun menajamkan mata, berusaha maksimal agar tidak salah jalan lagi. Papan bertuliskan Wedangan Pendopo dengan tanda panah ke arah sebuah gang yang lebih kecil lagi tampak. Aku meminta Mas Met untuk menghentikan kendaraan agar bisa melihat lebih jelas lagi. Ada sebuah pentunjuk lagi, kali ini justru petunjuk untuk parkir kendaraan. Aku menyuruh Mas Met untuk mengikuti arahan itu. Rupanya kami diminta untuk parkir di sebuah halaman sekolahan.
Setelah memastikan kendaraan kami terkunci rapat. Kami pun mulai berjalan kaki menuju Wedangan Pendopo. Aku mesti berterima kasih pada Allah, karena selain akhirnya kami sampai dengan selamat, hujan pun sudah berhenti. Tak perlu lagi kami berjalan kaki menembus hujan.
Bangunan joglo klasik dengan cat putih itu menyambutku. Papan kayu bertuliskan “Pondopo Wedangan” berada di atas pintu, membuat aku yakin kalau kami tidak salah tempat. Penerangan tampak agak remang-remang dari lampu templok yang sepertinya sudah dimodifikasi memberikan kesan tua. Langkahku terhenti ketika memasuki bagian dalam dari Pendopo Wedangan. Interior kayu dan ukir-ukiran khas rumah joglo berserta aneka barang vintage menyapa aku. Duh, rasanya aku betah.
Mas Met langsung menduduki meja yang kosong. Aku pun mengikuti. Sambil celingak-celinguk mencari tahu bagaimana cara memesan makanan. Akhirnya aku menemukan seoarng pegawainya, aku pun bertanya gimana cara pesan makanannya. Beliau menjawab, masuk aja dulu, ambil makanannya. Ketika aku menjelaskan sama Mas Met, dia pun cuma berkomentar “Ini namanya angkringan. Ya emang gini cara mesen makannya.”
Wedangan atau angkringan rupanya memang ikon dari kota Solo. Ini adalah aktifitas nongkrong di malam hari sambil menikmati makanan dan minuman. Wedangan umumnya berupa tenda di kaki lima. Tapi seriring waktu, konsep wedangan ini pun mulai berubah berada di bangunan permanen. Anggap saja ini sebuah cafe yang tapi yang masih memegang budaya khas Solo.
Menu makanan yang ditawarkan di Wedangan Pendopo berupa aneka sate, tahu tempe bacem, tahu isi gorengan, juga ada makanan-makanan manis seperti onde-onde dan lainnya. Semuanya itu tersajikan dalam di atas gerobak pikul, seolah menegaskan kalau tempat ini adalah wedangan. Aku kurang fasih menyebutkan nama-nama makanan yang ditawarkan. Aku pun mengambil beberapa jenis makanan, untuk menjadi lauk kami, juga cemilan. Nasi yang kami pesan adalah nasi teri. Sementara sebagai penghangat tubuh di malam itu, kami memesan wedang jahe.
Setelah mengambil makanan, kami pun menuju meja kasir. Tapi rupanya, makanan yang kami ambil hanya dicatat saja. Bayarnya nanti setelah selesai. Baiklah. Aku dan Mas Met kembali ke bagian depan untuk duduk menikmati makanan dan minuman.
Hari semakin larut ketika kami selesai menyantap makan malam. Rasa rindu akan kasur semakin kuat. Untung saja hotel yang aku pesan hanya berjarak sekitar 500 m. Saatnya untuk tidur. Biar esok kami siap memulai perjalanan berikutnya.
Terima kasih aku ucapkan buat Ilham yang sudah merekomendasikan aku tempat ini. Aku memang hanya beberapa jam saja di Solo, tapi melalui tempat ini aku jadi merasakan nuansa Solo yang ku rindukan. Entah kapan aku bakal mendapat kesempatan mengunjungi kota ini lagi. Untuk sementara, aku merasa puas.
Berminat untuk menikmati Wedengan Pendopo saat mengunjungi kota Solo juga? Wedangan Pendopo ini terletak di Jl Srigading 1 no 7, Mangkubumen. Jangan khawatir kalau jalan yang harus dilalui berupa gang-gang kecil. Tempat ini mungkin terkesan tersembunyi, tapi katanya selalu ramai dikunjungi.
ih unik vintage banget ya
Mbak DIAN jalan2 Muluu sama Suami huhuhu
Aku kapan?
Btw warung makannya penuh dengan nuansa tradisonall yah..
Aku ke Solo Tahun depan.. Mau beli batik dan kain kebaya
Di sana murahh kan XD
Itu makan apa mbak? Angkringan ya? Walau di jakarta banyak sego kucing, tapi kalo makannya di tempat asalnya kayaknya makin nikmat deh. Btw harganya mahal nggak mbak?
Duuh liat angkringan yang ditandu itu mendadak lapar.. Itu makanannya murah-murah ga sih? Butuh berapa biaya jika pergi sendiri dengan dana seadanya.. Karena Solo kota yang ingin saya singgahi juga kelak.
Waaah saya juga pecinta angkringan hihi
Ga tau kenapa makan di angkringan suasananya bersahabat
Uda gitu lauknya macem2, yang teristimewa biasanya susu jahenya tuh mb klo saya
Itu tempatnya romantis juga keknya. Kalau jadi ke Solo, mampir sana ahh :3
Baca soal wedang aku jadi inget moment minum wedang pas di jogja
Hotelnya apa mba yang dekat itu? Trus, selain kesana yang dekat sama hotel (gampang diraih) apa aja ya. Lum pernah ke Solo, pastinya akan kesana, dan mau kulineran hehe
Suasana tempatnya kaya warung zaman dulu di pedesaan ya Mbak. Cocok nih dikunjungi bagi yg sdh berumur utk bernostalgia dan bagi kawula muda yg belum pernah merasakan nuansa tradisional puluhan tahun lalu.
BAHAHAHAHAHAHAKK.. Mbak Dian beneran ke sana toh. Wahaha. Tau gak mbak itu sebenarnya niat usil ngerjain kamu lho. Pertama, aku yakin kamu nyasar dulu karna tempatnya agak ndelik. Kedua, pegawainya biasanya ngomong pake bahasa jawa krama alus. Dan dua hal itu niatnya bikin kamu bingung aja sih. Hahahahaha. Tapi emang sensasinya makan disitu enak. Hening dan mendayu-dayu. Cocok buat berasmara.
ihhh aku niat dikerjain! Aku sih emang cinta masuk-masuk gang macam gini, Fand. Soal bahasa, aku udah terbiasa tersesat ga ngerti orang ngomong apa. Bedanya biasa nyasar dalam bahasa madura aahahahahahaha
Seharusnya budaya seperti ini yg harus terus dijaga, dan dipadukan dengan berbagai macam gaya jaman sekarang.
Sangat unik interiornya mbak, tempatnya lebih menyasar ke bagian interior gaya tempo dulu, dan dipadukan dengan makanan khas angkringan pula. Ah pasti tempatnya nyaman bgt nih buat bersantai dan “ndomblong” sambil ngopi hitam dan baca :))
NB: Ndomblong (jawa) = Bengong, Melamun tapi banyak memikirkan sesuatu, bukan bengong pikiran kosong. Semacam merenung.
Suasananya romantis gitu yaaaa….
Itu di bawah tahunya kaya bara. Tahu bakar atau apaan tu?
Jd pengen ikut menikmati makanan di sana
Solo slalu menonjolkan budayanya. Angkringannya itu sesuatu ya, Mbak
Interiornya memang keren ya mbak, memikat, jawable dan instagramable
Kalo di jember, wedangan itu ya angkringan, tapi di gerobak. Jarang ada yang dijadikan permanen seperti di solo ini
Solo emang keren. Kotanya ngga besar tapi tempat wisatanya banyak. Makanan peranakannya juga apik. Pecinannya juga ciamik. Apalagi tradisi jawanya yang kemtal abis. Ayoool siapa yang kangen ke Solo?
Sangat klasik. 😀 Pasti nyaman makan di situ. 😀
Pasti enak tuh. Aku suka makan di tempat dengan nuansa tradisional. 😀
jalan mulu nih mba dian haha jadi iri liatnya. Apalagi nampilin makanan jadi laper nih hahaha otw sana ah kalo liburan
Desain tempatnya oke banget ya mbak buat foto2. Btw range harga makananannya berapa mbak?
Makanannya juga ramah dompet kok. Berdua kmaren sekitar 60rb’an. Lupa persis nya
asikk.. ada referensi kuliner menarik lagi di Solo. Makasih infonya yaaa…
Wah, pernik-pernik di dalemnya bagus-bagus mbak, noted ah kalau ke Solo mampir sini.
Eh, gaya bangunannya kuno banget, berasa jaman dulu. Pasti tambah romantis. Jadi pengen kesana juga euy!
Salam hangat dari Bondowoso, Mbak..
Waahh..waah…
Serius! Desain interiornya vintage banget!
Nongkrong di sini malem-malem ditemani pasangan sembari menikmati wedang Jahe dengan iringan rintik-rintik hujan.
Heuu….manisnyaa~~
aakkkk… asyik banget tempatnya mba. Meski seperti restoran tapi penyajiannya tetap tradisional banget ya, bahkan ada wedangannya sekarang. Pasti seru banget..,. kapan ya saya sampai ke Solo. Pengen banget deh main ke sana.
ANiwei mba Dian mau dong ikutan jalan2nya, sepertinya setiap mampir sini banyaknya posting jalan2… au auuu auuuu
Angringan naik kelas masuk restoran 😀
Judulnya jadi resto/ kafe tradisional ya mbak? 😀
Keliatan dari fotonya nuansa tradisionalnya kental banget.
TFS
sumpah keren banget tuh tempatnya… jadi kepengen main kesana..hehehe
Nice spot for hang out, suasananya terlihat nyaman
wah angkringan indoor, suatu saat nanti kayanya harus nyoba nih hehe