assalamu’alaikum,
Ini adalah sebuah cerita. Tentang seorang pemuda yang belajar mencari cinta. Tentang seorang pria yang belajar menjadi bapak dan suami yang baik. Tentang seorang ibu yang membesarkan mereka dengan penuh kasih. Dan…,tentang seorang bapak yang meninggalkan pesan dan berjanji selalu ada bersama mereka.
Adhitya Mulya, Sabtu Bersama Bapak
Lebaran kemarin menjadi satu moment yang aku tunggu-tunggu. Bukan hanya karena lebaran akan berkumpul dengan keluarga besar. Tapi lebaran tahun ini berasa dapat bonus karena film Sabtu Bersama Bapak akhirnya tayang juga di bioskop. Dari awal puasa, semenjak trailer-nya muncul di timeline facebook, aku nyaris ga bisa berhenti berkicaw soal wajib nonton film yang diadaptasi dari novel karangan Adhitya Mulya. Saking rajinnya ngoceh soal film ini, mau ga mau mamaku pun mulai penasaran, “Emangnya filmnya itu tentang apa sih?” Ditanya gitu aku malah bingung dan cuma bisa bilang, “Jadi, bapaknya ini meninggal karena sakit. Sebelum meninggal dia bikin video buat kedua anaknya Satya dan Cakra. Semacam pesan-pesan dan pedoman hidup gitu, Ma. Ceritanya mungkin simple. Tapi pesan-pesannya itu loh. Bikin mewek. Mama harus nonton.”
Jadilah akhirnya ketika hari lebaran gantian mamaku yang ikutan ribut pengen nonton film Sabtu Bersama Bapak. Bolak-balik teriak, “Hayuk teh, kita nonton,” padahal masih di Bandung. Rencana aku nanti aja nontonya kalau udah pulang ke Jakarta. Bandung mah kalau lebaran kan macet ya. Mager, alias males gerak.
Akhirnya hari sabtu pasca lebaran mama kembali menagih janji nonton. Film Sabtu Bersama Bapak benar-benar aku tonton besama bapakku, juga mama dan Mas Met. Entah kapan terakhir kalinya aku nonton di bioskop bersama orangtuaku, mungkin saat aku masih mengenakan seragam putih-merah, saat Jurasic Park yang pertama diputar di bioskop. Itu pun aku ga yakin apa benar aku nonton bersama papa juga. Belum-belum film ini sudah bakal jadi film istimewa karena aku bisa menonton bersama orangtuaku. Tinggal rasa deg-degan apakah film ini bakal sekeren bukunya?
***
Flashback ke tahun 2015, aku membeli buku Sabtu Bersama Bapak dengan alasan yang remeh: hanya karena aku melihat buku ini bertengger di deretan rak buku laris. Kemudian aku teringat postingan instagram seorang teman yang bolak-balik menyebutkan betapa kerennya buku ini. Akhirnya aku membawa pulang buku berwarna biru muda bertulisakan Sabtu Bersama Bapak ini dan langsung menatanya bersama buku-buku yang belum sempat aku baca. Baru pada bulan Maret 2016 aku merobek bungkus plastiknya dan mulai membaca. But once I read it, I cannot stop until the book is finished.
Sambil menghapus air mata, aku pun harus mengakui bahwa buku ini LUAR BIASA.
Seperti yang pernah aku jelasin ke mama, buku ini bercerita tentang keluarga Garnida. Sang bapak, Gunawan Garnida divonis kanker, memutuskan untuk membuat video agar kedua anaknya Satya dan Cakra akan tetap bisa merasakan kehadirannya. Lewat video-video yang diputar pada hari Sabtu inilah Satya dan Cakra tumbuh besar hingga dewasa. Konflik pada cerita ini berada pada Satya setelah menikah dan Cakra yang masih jomblo juga rahasia ibu Itje. Aku ga berani menceritakannya disini, salah-salah aku bisa diteriakin sebagai tukang spoiler. Pokoknya aku hanya akan menekankan dalam sebuah kalimat bahwa buku ini KEREN BANGET dan WAJIB BACA, terutama bagia kaum pria.
***
Kembali ke beberapa minggu lalu ketika akhirnya aku menonton juga film yang dinanti-nantikan ini. Ekspektasi aku terhadap film ini cukup tinggi akibat apresiasi terhadap bukunya. Menjelang film diputar aku gelisah. Aku takut kalau film ini akan bernasib seperti film Test Pack, yang aku rasa “jiwa” bukunya ga kerasa di filmnya. Tapi kenyataan film yang berdurasi 90 menit ini sukses besar.
Para pemerannya memerankan tokoh ga jauh dari karakter di buku. Kalimat-kalimat bijak yang bikin nangis bombay pun tetap ada. Meski dibikin nangis, tapi tetap ada komedi-komedi yang sukses bikin ketawa. Terutama adegan teman-teman kantornya Saka. Semua terasa pas. Meski ada beberapa alur yang berbeda dengan bukunya. Dan ada beberapa adegan yang sedikit mengganjal. Tapi itu semua ga mengurangi acungan jempolku buat film ini. SUKSES BESAR!!!
Tapi kalau ditanya aku lebih suka yang mana? Aku akan menjawab aku lebih suka membaca bukunya. Lewat buku imajinasi aku terasa lebih bebas. Bahkan pesan-pesan bapak terasa lebih banyak dan lebih “ngena” melalui bukunya. Kalau film kan selewat gitu aja. Tapi kalau buku bisa diulang-ulang. Mungkin kalau ga malas, suatu saat nanti aku ingin membuat postingan khusus qoutes dari buku Sabtu Berasama Bapak. Tapi sekarang ini, simak aja trailernya ya:
Yang udah pada nonton atau baca bukunya, pada sependapat ga sama aku?
Cheers,
masih belum baca buku dan filmnya