Assalamu alaikum,
Take a chance. Because you never know how absolutely perfect something could turn to be. -Unknown
Hari masih pagi ketika kami, para ibu-ibu yang sedang cuti rumah tangga, keluar dari bandara Adi Sutjipto. Ketika pak supir bertanya tujuan pertama kami, kami pun bingung. Karena tempat wisata yang kami akan tuju tentu belum buka. Hotel pun belum bisa check-in. Kami cuma bisa bilang, “Pak, tempat sarapan yang enak dan udah buka dimana ya? Kesitu ajalah.” Akhirnya pak supir menawarkan diri mengantar kami untuk sarapan di House if Raminten. Nama House if Raminten udah ga terlalu asing di mata kami bertiga. Sering kali apabila ada teman atau kerabat yang sedang berkunjung di Jogja, terlihat men-check-in kan diri di House of Raminten di akun social medianya. Namun kebetulan kami bertiga sama-sama belum pernah mencicipi House of Raminten. Ketika kaki melangkah memasuki area House of Raminten, kami agak bingung. Kami disambut oleh ruang tunggu kosong dengan kereta kuno ala kerajaan. Mungkin karena hari masih pagi maka suasana tampak lenggang. Ketika celingak celinguk, seorang wanita separuh baya, berpakaian kemben batik, mempersilahkan kami masuk ke dalam.
House of Raminten ini memiliki dua lantai. Suasana Jawa terasa kental menyambut kami. Lengkap dengan harum kemenyan. Kami memilih duduk lesehan ga jauh dari pintu utama. Suasana yang masih lenggang ini aku manfaatin buat berkeliling foto-foto sambil menanti makanan tiba.
Makanan yang ditawarkan adalah ala angkringan Jogja. Hanya dikemas dalam nuansa cafe. Tapi soal harga, House of Raminten ini menawarkan harga makanan yang ga kalah dari angkringan-angkringan pinggir jalan.
Pagi itu kami memesan satu porsi nasi liwet, nasi hijau bakmi godhog, serta 3 teh hangat. Total semua itu kami hanya perlu membayar sebesar Rp 37.000. Kami pun cuma bisa bengong saat menatap bill. Ya iyalah, di Jakarta, kaki lima nya aja cuma buat satu orang itu. Ga bisa buat bertiga.
Eh tapi makanan cukup terjangkau itu harus ditambah extra kesabaran ya . Karena pelayanan di sini lambat. Bisa diliat dari sebuah tulisan yang tertera di salah satu dindingnya yang bertuliskan:
Kami ini semua lulusan “SLB”. Kalau agak lama harap maklum karena kami kenthir
-House of Raminten
Mungkin ada baiknya saat ke sini perut ga dalam keadaan kosong melompong. Apalagi katanya kalau malam hari cukup ramai dan perlu antri. Ga mau dong udah laper banget, masih waiting list, abis itu masih harus menunggu lama untuk dilayani dan makanan tiba.
House of Raminten ini memiliki beberapa daya tarik tersendiri, selain dari makanan yang ditawarkannya. Tulisan-tulisan yang mengandung guyonan salah satunya. Mungkin bisa dianggap hiburan ketika rasa bosan menanti antrian. Belum lagi pakaian pramusaji nya. Selain yang perempuan pakai kemben batik, yang pria pun pakai t-sirt putih, rompi hitam, dan kain batik. Hal menarik lain dari House of Raminten adalah sosok Raminten-nya itu sendri. Sekilas kita akan melihat seorang ibu-ibu Jawa dengan sanggul dan berkebaya. Tapi sebenarnya sosok di balik Raminten itu adalah Pak Hamzah, pemilik House of Raminten sekaligus pemilik Mirota Batik dan Mirota Bakery (eh Mirota Batik sekarang jadi Hamzah Batik ya). Nama Ruminten sendiri diambil dari peran yang dilakoni Pak Hamzah dalam acara Pengkolan di TVRI.
Gimana, berminat berkunjung ke House of Raminten ini?
House of Raminten
Jl. FM. Noto no. 7, next to Mirota Bakery
Yogyakarta
Salam nasi kucing,
Tempatnya keren… Salam kenal ya.. 🙂
Salam kenal 🙂
Tapi rasa nya ya juga gitu ya sesuai harga, maksudnya Bukan gak enak tapi ya ok lah :))) gimana sik hahahah
Sesuai banget sama harga nya ahhahhahaha
Pengen banget kesini 🙁 tapi kemarin waktu liburan ke Jogja malah kelupaan nggak mampir~~
Apakah buka 24 jam?
buka 24 jam 🙂